Aturan Larangan ASN Berpolitik dan Asas Netralitas
Oleh: Renie
Aryandani
Larangan ASN Berpolitik
Aparatur Sipil Negara (“ASN”) adalah profesi bagi
Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(“PPPK”) yang bekerja pada instansi pemerintah.
Sedangkan PNS adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Membahas mengenai larangan ASN berpolitik, ini berkaitan
dengan aturan netralitas ASN. Artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari
segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di
luar kepentingan bangsa dan negara.
Lebih lanjut, Pasal 9 ayat (2) UU ASN secara tegas
menyebutkan pegawai pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua
golongan dan partai politik.
Kemudian, pada dasarnya untuk melaksanakan amanah
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945, diperlukan adanya birokrasi pemerintahan yang berkinerja
baik. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah telah mencanangkan rencana aksi
membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan
ASN sebagai mesin utama birokrasi yang profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan
pelayanan publik yang berkualitas, serta mampu menjalankan peran sebagai
perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Lantas, bagaimana hukumnya jika ASN terlibat
berpolitik? Dalam hal ASN/PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik,
ia diberhentikan tidak dengan hormat, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat
(4) jo. Pasal 52 ayat (3) huruf j UU ASN.
Netralitas ASN dalam
Pemilu
Setelah mengetahui adanya larangan ASN berpolitik
praktis, berikut patut Anda catat peraturan tentang netralitas ASN dalam pemilu
yang secara terperinci tercantum dalam SKB Netralitas ASN.
Keberlakuan SKB Netralitas ASN dalam pemilu 2024
yang lalu, maupun pada pemilu tahun-tahun selanjutnya pada prinsipnya bertujuan
untuk mewujudkan pegawai ASN yang netral dan profesional serta terselenggaranya
pemilu yang berkualitas.
Menyambung pernyataan Anda, perbuatan ASN yang
membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun
pemenangan calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil
gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota, termasuk pelanggaran
disiplin atas Pasal 9 ayat (2) UU ASN dan Pasal 5 huruf n angka 5 PP 94/2021.
Bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan di atas,
hukuman disiplin berat dijatuhkan yakni terdiri atas:
1.
penurunan
jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan;
2.
pembebasan
dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; dan
3.
pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Selain pelanggaran disiplin, PNS juga dianggap
melakukan pelanggaran kode etik pada Pasal 11 huruf c PP 42/2004 yaitu etika
terhadap diri sendiri yang mencakup menghindari konflik kepentingan pribadi,
kelompok, maupun golongan.
Sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut adalah
sanksi moral yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian, baik berupa pernyataan secara tertutup atau terbuka. Lalu, dalam
pemberian sanksi moral tersebut, harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh PNS. Hal ini diatur dalam Pasal 15 PP 42/2004.