Aturan Klaim JKK-JKM di BPJS Ketenagakerjaan.
Aturan Klaim JKK-JKM di BPJS Ketenagakerjaan.
Oleh:
Ady Thea DA
Manfaat JKK berupa
uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan. Manfaat JKM berupa uang tunai yang
diberikan kepada ahli waris ketika peseta meninggal dunia bukan akibat
kecelakaaan kerja.
Pelayanan klaim BPJS Ketenagakerjaan
di Jakarta. Foto: RES
Pemerintah mewajibkan
pemberi kerja (perusahaan) untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam
program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, antara lain
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (JKK-JKM). Selama ini
penyelenggaraan JKK-JKM diatur dalam PP No.44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program JKK-JKM yang diperbarui melalui PP No.82 Tahun
2019.
Adapun manfaat JKK
berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta
mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Sedangkan, manfaat JKM berupa uang tunai yang diberikan kepada ahli waris
ketika peserta meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja. Peserta yang
mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK
yang terdiri dari 2 jenis.
Pertama, manfaat pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan medis yang meliputi pemeriksaan dasar dan penunjang; perawatan tingkat
pertama dan lanjutan; rawat inap kelas 1 RS pemerintah, rumah sakit pemerintah
daerah, atau rumah sakit swasta yang setara; perawatan intensif; penunjang
diagnostik; penanganan, termasuk komorbiditas dan komplikasi yang berhubungan
dengan Kecelakaan Kerja dan penyakit akibat kerja; pelayanan khusus; alat
kesehatan dan implan; jasa dokter/medis; operasi; pelayanan darah; rehabilitasi
medik; perawatan di rumah bagi peserta yang tidak mungkin melanjutkan
pengobatan ke rumah sakit; dan pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus
penyakit akibat kerja.
Kedua, santunan berupa uang meliputi
penggantian biaya transportasi yang terdiri atas biaya transportasi peserta
yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja; ke rumah sakit
dan/atau ke rumahnya; pertolongan pertama pada kecelakaan dan rujukan ke rumah
sakit lain. Selain itu, biaya transportasi peserta yang mengikuti program
kembali kerja menuju dan pulang dari fasilitas pelayanan kesehatan dan balai
latihan kerja. (Baca Juga:
Begini Cara Klaim Program JHT BPJS Ketenagakerjaan)
Santunan juga
diberikan dalam bentuk santunan sementara tidak mampu bekerja; santunan cacat
sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total tetap; santunan
kematian dan biaya pemakaman; santunan berkala yang dibayarkan sekaligus
apabila peserta meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja
atau penyakit akibat kerja; biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu
(orthoese) dan/atau alat pengganti (prothese); penggantian biaya gigi tiruan,
alat bantu dengar, dan kacamata; dan/atau beasiswa pendidikan bagi anak dari
peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja.
“Hak Peserta dan/atau
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara untuk menuntut manfaat JKK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) menjadi gugur apabila telah lewat
waktu 5 (lima) tahun sejak Kecelakaan Kerja terjadi atau sejak penyakit akibat
kerja didiagnosis,” demikian bunyi Penjelasan Pasal 26 PP JKK-JKM ini.
Dalam hal pemberi
kerja belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program JKK di BPJS
Ketenagakerjaan, ketika terjadi risiko misalnya kecelakaan kerja, maka pemberi
kerja wajib membayar hak pekerja sesuai ketentuan dalam PP No.44 Tahun 2015
ini. Bahkan, peserta magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer atau
narapidana yang dipekerjakan dalam proses asimilasi ketika mengalami kecelakaan
kerja dianggap sebagai pekerja dan berhak mendapat manfaat JKK sesuai Pasal 25
ayat (2) PP No.44 Tahun 2015.