Bisakah Dipidana Karena Menggunakan Software Bajakan untuk Edukasi?
Oleh: Muhammad
Raihan Nugraha
Program Komputer dalam
UU Hak Cipta
Perlindungan hukum terhadap suatu program komputer
(dalam hal ini perangkat lunak atau software)
dapat Anda temukan pada UU Hak Cipta. Perlu Anda ketahui bahwa hak cipta
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta, adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, ciptaan adalah adalah setiap hasil
karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas
inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Kemudian, program komputer merupakan suatu ciptaan
yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf s UU Hak Cipta.
Program komputer sendiri adalah seperangkat
instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam
bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu
atau untuk mencapai hasil tertentu.
Pembajakan Software
Berdasarkan laman #SayNoTo Software Piracy/ Perangkat Lunak Bajakan dari Kemenkes
Ditjen P2P, software bajakan
merupakan software yang dimodifikasi
sedemikian rupa untuk dapat digunakan tanpa memerlukan aktivasi atau lisensi
yang resmi.
Kemudian, Pasal 1 angka 23 UU Hak Cipta menjelaskan
bahwa pembajakan merupakan penggandaan ciptaan dan/atau produk hak terkait
secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara
luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Adapun yang dimaksud dengan penggandaan adalah
proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau
fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau
sementara. Sedangkan pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau
penyebaran ciptaan dan/atau produk hak terkait.
Selanjutnya, mengenai pembajakan, penting untuk
diketahui juga mengenai hak ekonomi. Pasal 8 UU Hak Cipta menjelaskan bahwa hak
ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mendapatkan manfaat atas ciptaannya.
Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak
ekonomi untuk melakukan:
1. Penerbitan ciptaan;
b2. Penggandaan
ciptaan dalam segala bentuknya;
c3. Penerjemahan
ciptaan;
d4. Pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
e5. Pendistribusian
ciptaan atau salinannya;
f 6. Pertunjukan
ciptaan;
g7. Pengumuman
ciptaan;
h8. Komunikasi
ciptaan; dan
i.9. Penyewaan
ciptaan
Selain itu, setiap orang yang melaksanakan hak
ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Kemudian,
setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang
melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.
Penggunaan secara komersial sendiri adalah
pemanfaatan ciptaan dan/atau produk hak terkait dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.
Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin pencipta/pemegang hak cipta yang melakukan pelanggaran hak ekonomi dengan
menggandakan ciptaan dan mendistribusikan ciptaan atau salinannya untuk
penggunaan secara komersial dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
Jika pelanggaran hak ekonomi tersebut dilakukan
dalam bentuk pembajakan, maka pelaku dapat dipidana penjara paling lama 10
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
Lantas, jika software
digunakan untuk tujuan edukasi, apakah orang yang menggunakan software bajakan untuk edukasi dapat
dipidana?
Doktrin Fair Use Hak Cipta
Untuk menjawab pertanyaan Anda, penting untuk
diketahui mengenai doktrin fair use. Fair use adalah hak istimewa terhadap
orang lain selain pencipta dan pemegang hak cipta untuk menggunakan objek hak
cipta dengan cara yang wajar tanpa persetujuannya, meskipun terdapat monopoli
yang diberikan kepada pemilik oleh hak cipta.
Doktrin fair
use ini bertujuan agar dapat menyeimbangkan hak pemilik dengan kepentingan
masyarakat. Hak milik atas suatu ciptaan tidak serta merta menjadikan pemilik
hak cipta untuk memonopoli dan memperkaya sendiri atas hak ekonomi yang sudah
diperoleh melalui ciptaannya. UU Hak Cipta mengizinkan penggunaan
ciptaan-ciptaan tertentu tanpa izin dari seorang pencipta, pengaturan ini
terdapat dalam Pasal 43 s.d. Pasal 51 UU Hak Cipta.
Salah satu pasal yang mengatur mengenai fair use dapat anda lihat pada ketentuan
Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta yang berbunyi:
Penggunaan,
pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan:
a1. Pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;
b2. Keamanan serta penyelenggaraan
pemerintahan, legislative, dan peradilan;
c3. Ceramah yang hanya untuk tujuan
pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d4. Pertunjukan atau pementasan yang tidak
dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pencipta.
Adapun yang dimaksud dengan "sebagian yang
substansial" adalah bagian yang paling penting dan khas yang menjadi ciri
dari ciptaan. Sedangkan “kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak
cipta” pada pasal tersebut adalah kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan
dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.
Sehingga, penggunaan software bajakan untuk kepentingan edukasi/pendidikan tidak
termasuk pelanggaran hak cipta selama tidak merugikan kepentingan yang wajar
dari pencipta atau pemegang hak cipta, dan selama sumber aslinya disebutkan
atau dicantumkan secara lengkap.
Di lain sisi, untuk meminimalisir adanya pelanggaran
hak cipta yang dapat merugikan kepentingan pencipta atau pemegang hak cipta,
kami menyarankan bahwa solusi yang dapat ditempuh antara lain pendanaan
laboratorium komputer yang lengkap dengan software
asli di sekolah maupun di kampus. Selain itu, instansi pendidikan juga dapat
menggunakan open source software,
yaitu software yang kode programnya
bersifat terbuka sehingga software
yang bersangkutan bisa dipelajari dengan cara melihat langsung kode programnya,
untuk selanjutnya bila perlu bisa dilakukan perubahan baik bersifat mengganti
atau menambah kode program lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan software yang akan dibangun. Keuntungan
open source software adalah software dapat secara gratis diperoleh,
digunakan, dan disebarkan tanpa perlu ada kekhawatiran penggunaan software ilegal atau pembayaran biaya
lisensi.