Fungsi Materai Dan Objek Bea Materai
Oleh: Nafiatul
Munawaroh
Apa Fungsi Meterai?
Bea meterai adalah pajak atas dokumen, yaitu sesuatu
yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau
elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
Adapun, meterai sendiri adalah label atau carik
dalam bentuk tempel, elektronik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan
mengandung pengaman yang dikeluarkan oleh pemerintah, untuk membayar pajak atas
dokumen.
Secara garis besar, fungsi meterai adalah alat untuk
membayar pajak atas dokumen yang dapat digunakan sebagai alat bukti atau
keterangan. Sehingga suatu dokumen perlu menggunakan meterai jika akan
dijadikan alat bukti di pengadilan.
Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa suatu dokumen
seperti surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan meterai tidak
membuat pernyataan atau perjanjian menjadi tidak sah.
Bagaimana Jika Dokumen
Belum Dibubuhkan Meterai?
Untuk dokumen yang belum dibubuhi meterai tetapi
ingin diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka Anda dapat melakukan
pemeteraian kemudian berdasarkan PMK 134/2021.
Pemeteraian kemudian menurut Pasal 1 angka 16 PMK
134/2021 didefinisikan sebagai berikut:
Pemeterian Kemudian
adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh
alinan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pemeteraian kemudian dilakukan atas:
1.
dokumen
yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya; dan/atau
2.
dokumen
yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
Pihak yang wajib membayar bea meterai melalui
pemeteraian kemudian adalah pihak yang terutang dengan menggunakan meterai
tempel, meterai elektronik atau surat setoran pajak (“SSP”).
Adapun untuk pembayaran sanksi administratif
dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau kode billing dengan kode akun
pajak 411622 dan kode jenis setoran 512.
Pemeteraian kemudian harus disahkan oleh pejabat pos
atau pejabat pengawas. Pejabat pos hanya berwenang melakukan pengesahan pemeteraian
kemudian dengan menggunakan meterai tempel. Sedangkan pejabat pengawas
berwenang melakukan pemeriksaan dan pengesahan terhadap meterai elektronik dan
SSP.
Dengan demikian, untuk dokumen yang akan dijadikan
sebagai alat bukti di muka pengadilan dan belum dilunasi bea meterainya, harus
dilakukan pemeteraian kemudian dengan cara yang kami jelaskan di atas.
Objek Bea Meterai
Bea meterai dikenakan atas dokumen yang digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan dan dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan
mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata di antaranya:
1.
surat
perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang
sejenis, beserta rangkapnya;
2.
akta
notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
3.
akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) beserta salinan dan kutipannya;
4.
surat
berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;
5.
dokumen
transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun;
6.
dokumen
lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan
risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
7.
dokumen
yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5 juta yang:
1)
menyebutkan
penerimaan uang; atau
2)
berisi
pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan; dan
8.
dokumen
lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Bea meterai dikenakan 1 kali dengan tarif tetap
sebesar Rp10 ribu untuk dokumen yang kami sebutkan di atas.
Lantas, dokumen apa saja yang tidak dikenakan bea
meterai? Dokumen yang tidak dikenakan bea meterai meliputi:
1.
dokumen
yang terkait lalu lintas orang dan barang:
1)
surat
penyimpanan barang;
2)
konosemen;
3)
surat
angkutan penumpang dan barang;
4)
bukti
untuk pengiriman dan penerimaan barang;
5)
surat
pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
6)
surat
lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1
sampai dengan angka 5;
2. segala
bentuk ljazah;
3. tanda
terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran
lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran dimaksud;
4. tanda
bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan
lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
5. kuitansi
untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan
lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
6. tanda
penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
7. dokumen
yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan
kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan
penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada
nasabah;
8. surat
gadai;
9. tanda
pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun; dan
10. dokumen
yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan
kebijakan moneter.
Perlukah Invoice Menggunakan Meterai?
Invoice atau invois menurut KBBI adalah barang
kiriman yang dilengkapi dengan nama, jumlah, harga yang harus dibayar oleh
pembeli atau pemesan. Invois disebut juga sebagai faktur.
Faktur adalah daftar barang kiriman yang dilengkapi
dengan keterangan nama, jumlah dan harga yang barus dibayar.
Jika mengacu pada jenis dokumen yang perlu
menggunakan meterai berdasarkan Pasal 3 UU Bea Meterai sebagaimana disebutkan
di atas, invois yang merupakan dokumen tagihan bukan merupakan dokumen yang
dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat
perdata yang dikenakan bea meterai. Dalam artian, invois sebenarnya tidak
memerlukan bea meterai.
Namun dalam praktiknya, invois biasanya memuat
daftar tagihan yang harus dibayar oleh pembeli atau pemesan dengan nominal yang
terbilang besar. Oleh karena itu, biasanya pembuatan invois menggunakan meterai
sekalian.
Dengan demikian, meskipun invois bukan merupakan
dokumen yang bersifat perdata yang dikenakan bea meterai, kami berpendapat,
pembubuhan meterai tersebut dalam rangka sebagai upaya antisipasi untuk
dijadikan alat bukti di pengadilan apabila terjadi sengketa di kemudian hari,
misalnya pembeli tidak mau membayar invois, dan timbul wanprestasi.
Di sisi lain, sebenarnya apabila invois hendak
dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan juga bisa dilakukan pemeteraian
kemudian oleh pihak yang terutang yaitu pihak yang menerima dokumen untuk
dokumen yang dibuat sepihak. Sedangkan untuk dokumen yang dibuat oleh 2 pihak
atau lebih, bea meterai terutang oleh masing-masing pihak atas dokumen yang
diterimanya.