Jerat Hukum Pornografi Anak di Indonesia
Oleh: Muhammad
Raihan Nugraha
Pornografi Anak di
Indonesia
Perlu Anda ketahui terlebih dahulu, bahwa aturan
mengenai pornografi secara umum di Indonesia merujuk pada UU Pornografi. Pasal
1 angka 1 UU Pornografi mendefinisikan pornografi sebagai gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar normal kesusilaan dalam masyarakat.
Pada dasarnya Pasal 4 ayat (1) UU Pornorgrafi
mengatur bahwa setiap orang dilarang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat:
1.
Persenggamaan,
termasuk persenggamaan yang menyimpang;
2.
Kekerasan
seksual;
3.
Masturbasi
atau onani;
4.
Ketelanjangan
atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
5.
Alat
kelamin; atau
6.
Pornografi
anak.
Pasal tersebut mengatur mengenai larangan segala
jenis tindakan yang berhubungan dengan pornografi anak. Yang dimaksud dengan
pornografi anak sendiri adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau
yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti anak. Anak
yang dimaksud dalam pasal ini adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun.Adapun sanksi pidana yang jika melanggarnya, dipidana penjara paling
singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.
Selain itu, Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi melarang
setiap orang untuk menyediakan jasa pornografi yang:
1.
Menyajikan
secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
2.
Menyajikan
secara eksplisit alat kelamin;
3.
Mengeksploitasi
atau memamerkan aktivitas seksual; atau
4.
Menawarkan
atau mengiklankan baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
Sanksi pidana jika melanggar Pasal 4 ayat (2) di atas
adalah pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp3 miliar.
Selain itu, terdapat juga pasal lain yang melarang
beberapa tindakan yang melibatkan pornografi antara lain seperti:
a.
Pasal
5 yang melarang meminjamkan atau mengunduh pornografi, dengan ancaman pidana
penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
b.
Pasal
6 yang melarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan produk pornografi, kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan
perundang-undangan, dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp2 miliar.
c.
Pasal
8 yang melarang untuk menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi
baik dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya dipidana penjara paling lama
10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
d.
Pasal
9 melarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 12
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp6
miliar.
e.
Pasal
10 melarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka
umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau
yang bermuatan ponografi lainnya dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Lebih lanjut lagi pada Pasal 11 UU Pornografi
mengatur bahwa:
Setiap orang dilarang
melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9 atau Pasal 10.
Jika melanggar Pasal 11 UU Pornografi, pelaku
dipidana sebagaimana Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal
35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidananya.
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, dapat dilihat
bahwa terdapat pengaturan yang lebih khusus terhadap tindak pidana pornografi
yang melibatkan anak. Hal ini sebagai cerminan terhadap tujuan perlindungan
anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Anak yang menjadi korban pornografi pun harus
diberikan perlindungan khusus yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari
pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya.
Hukumnya Menyebarluaskan
Pornografi Anak
Selain jerat pasal UU Pornografi, hukum
menyebarluaskan pornografi anak dapat merujuk pada Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024
yang mengatur bahwa:
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mernyiarkan, mempertunjukan, mendistribusikan,
mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
untuk diketahui umum.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak
dikenakan pemberatan sepertiga dan pidana pokok.