Kebijakan Affirmative Action Demi Kesetaraan Hak Disabilitas Dalam Proses Pemilu

Pendahuluan 

Salah satu cara untuk mewujudkan kehidupan berdemokrasi adalah dengan dilaksanakannya pemilihan umum yang sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Adapun dalam hal ini, para disabilitas yang berperan sebagai Warga Negara Indonesia berhak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yang diselenggarakan negara. Hal ini sudah termaktub pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD dan sebagai penyelenggara pemilu.

Disabilitas atau penyandang disabilitas sendiri secara harafiah berbeda makna dengan cacat. Disabilitas dikonotasikan untuk bagian tertentu dari tubuh saja, sedangkan cacat untuk keseluruhan pribadinya. Sehubungan dengan itu, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas mengatur bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam interaksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Namun demikian, bukan berarti dikarenakan ketidaksempurnaan pribadi mereka tidak memiliki hak memilih dan dipilih. 

Hak Memilih dan Dipilih oleh Disabilitas 

Para disabilitas sudah seharusnya memiliki hak memilih dan dipilih sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 13 huruf (a) UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mengatur penyandang disabilitas memiliki hak memilih dan dipilih sebagai pejabat publik. Namun, kendala yang sering dihadapi para kaum disabilitas adalah kesulitan untuk melakukan proses tahapan demi tahapan dalam pemilu yang tidak sesuai dengan kemampuan personalnya. Fasilitas yang tersedia dirasa belum memadai untuk para disabilitas dalam memilih di tempat pemungutan suara (TPS), Untuk itu, perlu adanya perhatian lebih pada hal yang selama ini kita anggap biasa saja, padahal sangat berpengaruh bagi mereka yang memiliki keterbatasan untuk ikut andil dalam pesta demokrasi ini.

Beberapa kendala juga timbul pada disabilitas yang bisa mencalonkan diri atau dalam kata lain berkeinginan untuk berpartisipasi dalam ajang kompetisi pemilu, seperti banyak dari mereka yang tidak berpendidikan tinggi karena kesulitan untuk mengikuti pembelajaran di tempat formal, ini juga dapat mengurangi kepercayaan diri diperparah dengan kondisi sosial yang selalu memojokkan kaum minoritas ini. Beberapa hal itulah yang membuat para disabilitas enggan untuk mengambil peran di pemerintahan. Maka dari itu, diharapkan adanya sebuah upaya atau program khusus yang memungkinkan para disabilitas merasa dilindungi hak memilih dan dipilihnya sebagaimana non-disabilitas sesuai dengan Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai kesamaan dan keadilan”.

Affirmative Action Bagi Disabilitas 

Dengan adanya berbagai kendala yang diperoleh para disabilitas untuk memilih dan dipilih dalam pemilu, tindakan afirmasi atau affirmative action hadir untuk berperan serta dalam menghapus ketidakadilan yang didapat mereka yang kekurangan fisik, mental, dan intelektual. Affirmative action dianggap akan efektif untuk mengatasi persoalan ini dikarenakan partisipasi politik dari kalangan disabilitas sangat diperlukan agar terciptanya kesamaan hak warga negara. Menurut Schuck (2002) yang dikutip oleh Nata Irawan (2017:84), tindakan afirmatif adalah program untuk mengontrol preferensi akses sumber daya kepada kelompok tertentu yang membutuhkan perlakuan khusus. Sedangkan menurut Libertella (2007) dalam Ardian, affirmative action diartikan juga sebagai tindakan positif yang langsung bersifat konstruktif serta memberikan perlakuan kemudahan bagi kelompok minoritas. Afirmasi bisa berupa kompensasi atau mendorong kemajuan untuk menciptakan lingkungan yang membuka akses individu dimana ras dan gender bukan lagi menjadi aspek yang menghalangi kemampuan seseorang untuk berkembang (Rivai, 2015). 

Demi merealisasikan kebijakan ini, tentunya pemerintah harus menggiatkan sisi internal dari para disabilitas itu terlebih dahulu dengan terus memberikan sosialisasi, informasi, dan pengetahuan mengenai tujuan dilaksanakan pemilu serta yang paling penting mengenai tahapan pemilu itu sendiri agar mereka paham apa yang akan mereka lakukan nantinya, baik untuk memilih atau dipilih. Untuk itu affirmative action hadir dengan tiga unsur yang dapat dijalankan demi tercapainya kesetaraan pemilu, yaitu harus ada kesesuaian antara program dengan pemanfaat (para disabilitas), kesesuaian program dengan organisasi pelaksana (penyelenggara pemilu), serta kesesuaian antara pemanfaat dengan organisasi pelaksana. Semuanya harus tercapai secara seimbang demi terlaksananya program ini.

Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat dimaksudkan bahwa program ini sudah mengetahui keinginan dan kebutuhan dari penyandang disabilitas itu sendiri. Jika nantinya para disabilitas yang dalam hal ini disebut sebagai pemanfaat mendapatkan keuntungan setelah melaksanakan proses pemilu dengan benar, baik nantinya sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih. Itulah gunanya program ini diadakan untuk memberikan kejelasan kepada pemanfaat terlebih dahulu yaitu suaranya berguna demi mewujudkan pemilu yang adil dan demokratis tanpa ada golongan yang tidak berpartisipasi. Dalam konteks pemilu, tentu program ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dari hak memilih dan dipilih para disabilitas. 

Kedua, kesesuaian program dengan organisasi pelaksana yang dapat direalisasikan dengan menyediakan dan meningkatkan fasilitas layanan umum terutama Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang menjadi lokasi untuk menyalurkan hak suara, seperti kotak suara yang terlalu tinggi, tempat sempit dengan halaman yang banyak rumput tebal, kurang perhatian pada akses jalan untuk kursi roda, tidak ada toilet dan ruang tunggu khusus untuk disabilitas, tidak ada brain template bagi tunanetra, minimnya penyedia antar jemput dan apa yang dirasa perlu lainnya demi tercapainya tujuan program ini.

 Kemudian yang terakhir, yakni kesesuaian antara organisasi pelaksana dengan pemanfaat. Hal ini dapat dilihat dari penyesuaian jumlah pegawai di TPS yang berkapasitas untuk meng-handle disabilitas, seperti dapat berbicara bahasa isyarat untuk tunarungu dan tunawicara agar disabilitas dapat memberikan hak pilihnya kemudian program afirmasi khusus bisa berjalan sesuai tujuannya yaitu untuk menyetarakan hak disabilitas dengan nondisabilitas. Selain itu, tingkat pengawasan oleh petugas TPS kepada para disabilitas juga harus ditingkatkan agar terciptanya kenyamanan dan kelancaran dalam proses pemilihan.

Penutup

Dengan adanya affirmative action ini menjadi bukti bahwa kita tidak diam terhadap ketidaksetaraan yang terjadi di kehidupan sosial dan politik negara serta harus terus melakukan tindakan-tindakan yang nyata bagi semua Warga Negara Indonesia tanpa sedikitpun ada dinding perbedaan dari mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, dan intelektual untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Agar nantinya tujuan dari pemilihan umum itu sendiri dapat tercapai sebagaimana sesuai dengan amanat konstitusi yang mewajibkan seluruh warga negara yang sudah sesuai dengan ketentuan harus ikut andil dalam pemilu tanpa terkecuali. 

Sebagai generasi muda, penulis menyadari bahwa jika affirmative action harus terus diterapkan dalam hal apapun baik untuk penyandang disabilitas maupun kaum perempuan di berbagai hal yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika tindakan afirmasi tersebut terus dijalankan diyakini akan terwujudnya kehidupan bernegara yang sesuai dengan cita dan nilai bangsa Indonesia sedari dulunya, yaitu menjunjung tinggi kesetaraan, kesamaan, dan keadilan.

Meta Data

Tipe Dokumen : Artikel Hukum
Judul : Kebijakan Affirmative Action Demi Kesetaraan Hak Disabilitas Dalam Proses Pemilu
T.E.U. Orang/Badan : -
Tempat Terbit : -
Tahun Terbit : -
Sumber : -
Subjek : -
Bahasa : -
Bidang Hukum :
Lokasi : -
Lampiran : -

Berita Terbaru