
Mangkir Utang Bisa Dipidana ?
Kegiatan pinjam meminjam, atau
utang piutang merupakan hal lumrah dalam sebuah kegiatan ekonomi. Utang piutang
ini biasanya dituangkan dalam sebuah perjanjian antar kedua belah pihak, yang
didalamnya memuat mekanisme pembayaran utang, tenor, bunga, dan langkah yang
ditempuh jika salah satu pihak gagal menunaikan kewajiban.
Dalam dunia bisnis, kegagalan
debitur dalam membayar utang sering ditemukan ketika usaha tidak berjalan
dengan baik dan mengalami kesulitan keuangan. Hal ini biasa terjadi dalam
perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur (bank). Namun perjanjian
utang piutang juga bisa dilakukan oleh orang pribadi dengan orang pribadi
lainnya.
Utang piutang dapat berubah
menjadi hukum pidana jika dilakukan dengan kebohongan atau tipu muslihat.
Sehingga, peminjam dapat membuat laporan ke polisi tentang tindak pidana
penipuan.
Dasar hukum tindak pidana
penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHPidana yang berbunyi, “ barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Perjanjian di dalam Pasal 133
KUHPerdata menyebutkan, persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu atau
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Adapun perjanjian tersebut, harus memenuhi syarat sahnya perjanjian agar dapat
berlaku dan mengikat.
Jika terjadi konflik di kemudian
hari, perjanjian tersebut dapat dijadikan sebagai bukti yang kuat jika
terjadinya suatu permasalahan hukum. Hal ini sesuai yang tertuang di dalam
Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang
mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
(objek)
4. Suatu sebab yang tidak
dilarang (halal)
Kemudian, lebih lanjut utang
piutang adalah sebagai perbuatan pinjam meminjam yang telah diatur dalam
KUHPerdata Pasal 1754 yang menjelaskan, pinjam pakai habis adalah suatu
perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat
habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan
mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang
sama.
Akibat dari mangkir membayar
utang adalah yang meminjamkan utang menderita kerugian. Dari sisi hukum
perikatan apabila peminjam utang tidak memenuhi kewajibannya maka peminjam
telah melakukan wanprestasi atau kelalaian/kealpaan.
Sehingga, sanksi dari wanprestasi
tersebut adalah harus membayar ganti rugi, terjadinya pemecahan perjanjian,
peralihan risiko, serta membayar perkara jika sampai diperkarakan di depan
hakim.
Persoalan utang piutang yang
sering terjadi saat ini yaitu dilaporkan dengan dugaan tindak pidana penipuan
dan/atau penggelapan, di mana permasalahan tersebut sudah masuk ke kategori
hukum pidana jika terdapat perbuatan dengan niat jahat yang memenuhi unsur pada
Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan/atau unsur-unsur Pasal 378 KUHP tentang
penipuan.
Terdapat perbedaan substansi dari
tindak pidana penggelapan dan/atau penipuan dengan lalai dalam membayar utang
yang merupakan hukum perdata. Namun, agar dapat diproses secara pidana maka
harus ditemukan adanya perbuatan dan niat jahat dari si peminjam yang dengan
sengaja tidak membayar atau mengembalikan utangnya.
Jika disebabkan oleh ketidakmampuannya
dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian, maka utang piutang yang
tidak dibayar merupakan perkara perdata yang dapat dilakukan ganti rugi ke
pengadilan karena wanprestasi.
Namun jika kelalaian peminjam
atas utangnya murni karena ketidakmampuan dalam melaksanakan kewajibannya dalam
membayar utang maka peminjam utang tidak dapat dipidana dengan dugaan tindak
pidana penipuan dan/atau penggelapan.
Hal tersebut dijelaskan dalam
Pasal 19 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menjelaskan, tidak
seorang pun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan
berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam
perjanjian utang piutang.
Sehingga dapatkah dipidana jika
mangkir bayar utang? Jika disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam melaksanakan
kewajiban sesuai dengan perjanjian, maka hal tersebut merupakan perkara perdata
yang dapat dilakukan ganti rugi ke pengadilan karena wanprestasi. Namun, jika
ditemukan perbuatan dan niat jahat dalam tidak membayar hutang, maka peminjam
hutang dapat dipidana dengan unsur tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan.
Penulis : Willa Wahyuni