
Memviralkan Fakta Di Medsos, Bisa Kena Pasal Pencemaran Nama Baik
MEMVIRALKAN FAKTA DI MEDSOS, BISA
KENA PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK?
Renata Christha Auli
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran
nama baik (defamation) adalah perbuatan yang dilarang dalam KUHP yang pada saat
artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang
berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, dan
juga diatur dalam UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
Adapun
dalam KUHP maupun UU 1/2023, pasal pencemaran nama baik baik tersebar pada
beberapa pasal, yakni:
Pencemaran
secara lisan (Pasal 310 ayat (1) KUHP jo.
Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 hal. 358 atau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023);
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Pencemaran secara tertulis (Pasal 310 ayat (2) KUHP
atau Pasal 433 ayat (2) UU 1/2023);
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Fitnah (Pasal 311 KUHP atau Pasal 434 ayat UU 1/2023);
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Penghinaan ringan (315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023);
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Pengaduan palsu/fitnah (317 KUHP atau Pasal 437 UU
1/2023);
<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Persangkaan palsu (318 KUHP atau Pasal 438 UU 1/2023);
<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Penghinaan kepada orang yang sudah mati (Pasal 320-321
KUHP atau Pasal 439 UU 1/2023).
Sebagai
informasi, dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan
dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal.
358). Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai:
Barang siapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara
lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena
pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU
ITE
Adapun
pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024
tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan
maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Lebih
lanjut, kami menguraikan unsur-unsur dalam Pasal 27A UU 1/2024 sebagai berikut:
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Setiap orang, yaitu penyebar dapat menjadi
tersangka/terdakwa tindak pidana jika penyebar dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana. Harus dianalisis secara mendalam siapa penyebar
utama konten tersebut.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Dengan sengaja, yaitu unsur ini harus dibuktikan
kepada siapa penyebar memberitahukan konten tersebut dan dengan tujuan apa.
Apakah tujuan dibuatnya konten untuk menjelek-jelekan secara personal atau
untuk memberi tahu adanya dugaan suatu tindak pidana?
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan
cara menuduhkan suatu hal.
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam
bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui
sistem elektronik. Unsur ini sudah terpenuhi jika konten tersebut dapat diakses
oleh berbagai pihak dan diketahui oleh umum.
Adapun
ancaman pidana bagi pelanggar Pasal 27A UU 1/2024 adalah dipidana penjara
paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta, sebagaimana diatur
dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Dalam
Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 diterangkan bahwa perbuatan “menyerang
kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama
baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk
menista dan/atau memfitnah.
Selain
itu, diatur pula soal ancaman pencemaran dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan
membuka rahasia, memaksa orang supaya:
<!--[if !supportLists]-->a.
<!--[endif]-->memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya
milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
<!--[if !supportLists]-->b.
<!--[endif]-->memberi utang, membuat pengakuan utang, atau
menghapuskan piutang.
Yang
dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan
atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya
hal tersebut diketahui umum, sebagaimana disebutkan Penjelasan Pasal 27B ayat
(2) UU 1/2024.
Pelanggar
Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU
1/2024.
Namun,
patut dicatat, Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 merupakan tindak
pidana aduan absolut yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang
yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.
Memviralkan Fakta di Medsos, Bisakah
Kena Pasal Pencemaran Nama Baik?
Kemudian,
tentang apabila isi konten tersebut merupakan sebuah fakta atau kenyataan,
bisakah termasuk dalam pencemaran nama baik? Sepanjang penelusuran kami
berdasarkan Lampiran SKB UU ITE yang menerangkan perihal Pasal 27 ayat (3) UU
ITE tentang pencemaran nama baik sebelum diubah dengan Pasal 27A dan Pasal 27B
ayat (2) UU 1/2024, jika muatan/konten tersebut berupa penilaian, pendapat,
hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, maka bukan termasuk delik pencemaran nama
baik (hal. 11).
Selain
itu, menurut Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024 perbuatan sebagaimana diatur dalam
Pasal 27A UU 1/2024 tersebut tidak dipidana dalam hal dilakukan untuk kepentingan
umum atau dilakukan karena terpaksa membela diri.
Dengan
demikian, kami berpendapat konten dan konteks menjadi bagian yang sangat
penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara
hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain,
korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana
dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan
atau nama baiknya. Sehingga dari konten dan konteks tersebut perlu ditafsirkan
lebih lanjut apakah benar memenuhi unsur pencemaran nama baik atau tidak.