Mengenal Apa Itu Asas Contrarius Actus

Oleh: Bernadetha Aurelia Oktavira

 

Dalam hukum administrasi negara dikenal adanya asas contrarius actus yang artinya keadaan di mana suatu badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang mana dengan sendirinya, badan atau pejabat yang bersangkutan berwenang pula untuk membatalkannya.

Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, sebagaimana yang dikutip oleh M. Lutfi Chakim dalam “Contrarius Actus” yang diterbitkan dalam Majalah Mahkamah Konstitusi (hal. 78), asas contrarius actus adalah asas yang menyatakan badan atau pejabat TUN yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya. Asas ini berlaku meskipun dalam keputusan TUN tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim. Apabila dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan, maka keputusan ini akan ditinjau kembali.

Lebih lanjut, M. Lutfi Chakim menjelaskan bahwa pada praktiknya, apabila sebuah Keputusan TUN terdapat kekeliruan administratif atau cacat yuridis yang berhak mencabut suatu Keputusan TUN adalah pejabat atau instansi yang mengeluarkan Keputusan TUN itu sendiri dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. Di samping itu, dalam proses pencabutan sebuah Keputusan TUN juga harus memperhatikan asas dan ketentuan yang berlaku, kecuali undang-undang dengan tegas melarang untuk mencabutnya.

Dengan demikian, singkatnya asas contrarius actus ini adalah asas yang menyatakan badan atau pejabat TUN yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya.

 

Pencabutan atau Pembatalan Keputusan TUN

Seperti yang kami jelaskan, asas contrarius actus ini adalah asas mengenai pencabutan Keputusan TUN. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 51/2009, Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Kemudian, orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan atas sebuah Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN dapat mengajukan gugatan tertulis ke Pengadilan TUN yang berisi tuntutan agar Keputusan TUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. Kemudian, Pengadilan TUN akan memberikan putusan yang dapat berupa:

  a.     gugatan ditolak;

  b.     gugatan dikabulkan;

  c.      gugatan tidak diterima;

  d.     gugatan gugur.

Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan TUN. Kewajiban tersebut berupa:

   a.     pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan; atau

  b.     pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan TUN yang baru; atau

  c.      penerbitan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (apabila badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, yang mana dapat berupa penyamaan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, dianggap telah menolak keputusan yang dimaksud, dan/atau dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan).

Menjawab pertanyaan Anda, setiap pejabat TUN yang mengetahui ada masalah dalam suatu keputusan TUN yang diterbitkan, dapat memperbaiki atau membatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau mengajukan gugatan.

Jika terhadap Keputusan TUN permohonan pencabutannya diajukan ke Pengadilan TUN, kemudian hakim mengabulkan pencabutan Keputusan TUN, maka terhadap putusan Pengadilan TUN tersebut dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi TUN.

Bahkan terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan TUN atau Pengadilan Tinggi TUN dapat dimohonkan upaya hukum kasasi hingga upaya hukum peninjauan kembali (untuk putusan Pengadilan TUN atau Pengadilan Tinggi TUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap) kepada Mahkamah Agung.