Mengenal Jenis-Jenis Putusan MK

Mengenal Jenis-Jenis Putusan MK

Putusan MK atau Putusan Mahkamah Konstitusi diatur di dalam UU 24/2003 dan perubahannya. Terkait dengan jenis-jenis putusan MK Achmad Roestandi dalam Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab menjelaskan ada 3 jenis Putusan MK, yakni:

  1. Tidak dapat diterima (Niet ontvankelijk verklaard)

Jika permohonan tidak mempunyai legal standing atau MK tidak mempunyai kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutuskan permohonan.

  1. Dikabulkan

Jika permohonan pemohon beralasan. Dalam hal permohonan dikabulkan, MK menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945.

Selain itu, dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945, amar putusan juga menyatakan permohonan dikabulkan.

  1. Ditolak

Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan UUD 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan.

Perkembangan Putusan MK

Terkait perkembangan Putusan MK, Harjono dalam Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, menjelaskan bahwa ketiga jenis Putusan MK (sebagaimana telah disebutkan di atas) akan sulit untuk menguji sebuah undang-undang. Pasalnya, sebuah undang-undang seringkali mempunyai sifat yang dirumuskan secara umum.

Padahal, di dalam rumusan yang sangat umum itu belum diketahui apakah nanti pelaksanaannya akan bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Sedangkan MK dituntut untuk memutuskan apakah sebuah undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi.

Oleh karena itu, dalam perkembangannya, terdapat pula amar putusan lainnya dalam praktik di MK, yaitu:

  1. Konstitusional Bersyarat (Conditionally Constitutional)

Putusan konstitusional bersyarat memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Putusan konstitusional bersyarat bertujuan untuk mempertahankan konstitusionalitas suatu ketentuan dengan syarat-syarat yang ditentukan MK;
  2. Syarat-syarat yang ditentukan oleh MK dalam putusan konstitusional bersyarat mengikat dalam proses pembentukan undang-undang;
  3. Membuka peluang adanya pengujian kembali norma yang telah diuji, dalam hal pembentukan undang-undang tidak sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan MK dalam putusannya;
  4. Putusan konstitusional bersyarat menjadi acuan atau pedoman bagi MK dalam menilai konstitusionalitas norma yang sama;
  5. Dilihat dari perkembangannya pencantuman konstitusional bersyarat, pada mulanya nampaknya MK mengalami kesulitan dalam merumuskan amar putusan dikarenakan terjadi pada perkara yang pada dasarnya tidak beralasan, sehingga putusannya sebagian besar ditolak, namun dalam perkembangannya putusan model konstitusional bersyarat terjadi karena permohonan beralasan sehingga dinyatakan dikabulkan dengan tetap mempertahankan konstitusionalitasnya;
  6. Putusan konstitusional bersyarat membuka peluang adanya pengujian norma yang secara tekstual tidak tercantum dalam suatu undang-undang;
  7. Putusan konstitusional bersyarat untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan hukum;
  8. Kedudukan MK yang pada dasarnya sebagai penafsir undang-undang, dengan adanya putusan model konstitusional bersyarat sekaligus sebagai pembentuk undang-undang secara terbatas.

Lebih lanjut mengenai konstitusional bersyarat, Harjono juga menjelaskan bahwa jika sebuah ketentuan yang rumusannya bersifat umum di kemudian hari dilaksanakan dalam bentuk A, maka pelaksanaan A itu tidak bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945).

Akan tetapi, jika bentuk pelaksanaannya ternyata B, maka B akan bertentangan dengan Konstitusi. Dan demikian pasal tersebut bisa diuji kembali. Intinya adalah kalau undang-undang nanti diterapkan seperti A, ia bersifat konstitusional, namun jika ditetapkan dalam bentuk B, ia akan bertentangan dengan konstitusi.

  1. Inkonstitusional Bersyarat (Conditionally Unconstitutional)

Putusan model inkonstitusional bersyarat merupakan kebalikan dari putusan konstitusional bersyarat yang berarti pasal yang dimohonkan untuk diuji, dinyatakan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945.

Artinya, pasal yang dimohonkan diuji tersebut adalah inkonstitusional jika syarat yang ditetapkan oleh MK tidak dipenuhi. Dengan demikian pasal yang dimohonkan diuji tersebut pada saat putusan dibacakan adalah inkonstitusional dan akan menjadi konstitusional apabila syarat sebagaimana ditetapkan oleh MK dipenuhi oleh addresaat putusan MK.

Contoh Putusan MK Konstitusional Bersyarat dan Putusan MK Inkonstitusional Bersyarat

Putusan konstitusional bersyarat adalah pertama kali dimuat pada bagian amar Putusan MK No. 10/PUU-VI/2008 tanggal 1 Juli 2008 tentang pengujian Pasal 12 huruf c UU 10/2008. MK dalam amar putusannya menyatakan pasal a quo tetap konstitusional sepanjang dimaknai memuat syarat domisili di provinsi yang akan diwakilinya.

Kemudian, putusan inkonstitusional bersyarat pertama kali dipraktikkan oleh MK dalam Putusan MK No. 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009 tentang pengujian Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU 10/2008 dan Pasal 58 huruf f UU 12/2008. MK berpendapat bahwa pemberlakuan pasal-pasal tersebut melanggar asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law), melanggar hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.

Oleh karena itu, dalam amar putusannya MK menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (i) tidak berlaku untuk jabatan yang dipilih (elected officials); (ii) berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama 5 (lima) hari sejak terpidana selesai menjalani hukumannya; (iii) dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan narapidana; (iv) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

 

Chat Online

Hai, ada yang bisa dibantu?