
Saksi Pidana Terhadap Kasus Revenge Pornography
Akhir-akhir ini kasus penyebaran
foto dan video intim dengan sasaran perempuan sebagai sarana untuk mengancam
semakin meningkat di Indonesia. Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Kekerasan
Terhadap Perempuan 2019, terjadi lonjakan tajam pengaduan kekerasan berbasis
gender siber yang juga dipengaruhi situasi pandemi virus corona, dengan
kenaikan 348% dari 490 kasus di tahun 2019 menjadi 1.425 kasus di tahun 2020.
Kemudian, data dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk
Keadilan (LBH APIK) dari ratusan kasus yang ditangani, hanya sekitar 10%
berujung ke pengadilan. Dengan adanya penegekan hukum yang kuat, pelaku dari
tindak kekerasan seksual tidak dapat dibebaskan begitu saja, tentu harus
melalui berbagai proses hukum agar mendapatkan sanksi tepat dan tegas atas
tindak pidana yang dilakukan. (BBC. News Indonesia)
Revenge porn dapat dideskripsikan
sebagai penyebaran konten seksual milik pribadi yang ke internet tanpa
persetujuan. Menurut Cyber Civil Rights Initiative, mayoritas korban revenge
porn adalah perempuan. Para korban dipaksa untuk berfoto atau membuat video.
Ditemukan pula kasus dimana korban tidak mengetahui bahwa dirinya direkam
dengan kamera tersembunyi. Saat ini semakin banyak negara yang mengakui
fenomena ini dan memberlakukan undang-undang untuk menindak para pelaku.
Seiring perkembangan fenomena Revenge
Pornography teknologi juga berkembang. Internet adalah alat untuk aktivitas
kriminal, karena memungkinkan individu untuk mengakses dan berbagi sesuatu
secara anonim. Beberapa diantaranya termasuk kejahatan internet seperti
cyberharassment, cyberbullying, cyberhacking, dan cyberstalking (Liputan6.com).
Salah satunya foto dan video yang diambil secara diam-diam atau tanpa
sepengetahuan pemilik foto dan video, terutama dalam konteks hubungan atau
adegan intim, yang tidak sepatutnya di publish di depan umum. Banyak kita temui
pelaku revenge pornoghraphy adalah
mantan pacar, mantan suami, selingkuhan, atau orang yang pernah disakiti.
Namun, ada juga pelaku lainnya yang merupakan hacker. Tidak selalu yang menjadi
pelaku adalah mantan suami atau mantan pacar tetapi pelaku sering juga dari
orang lain yang meruapakan seorang hacker yang mengakses foto atau video secara
ilegal yang sebenarnya tidak memiliki rasa dendam tapi hanya untuk mendapatkan
keuntungan semata dengan cara memeras korban dengan mengancam untuk disebar
luaskan foto maupun video intim tersebut. Sehingga dengan harapan pelaku tidak
menyebarluaskan foto atau video intim tersebut di depan umum.
Tujuan pelaku revenge porn adalah
untuk membalas dendam. Namun, dalam jurnal Drafting an Effective 'Revenge Porn'
Law: A Guide for Legislator (Mary Anne Franks: 2015) dikatakan bahawa pelaku
revenge pornography juga dapat memiliki motif lain, seperti motif ekonomi,
ketenaran, maupun hiburan. Revenge porn jelas merupakan kejahatan yang
merugikan korban. Bahkan masyarakat sering kali menyudutkan korban dan
menganggap yang terjadi pada korban diakibatkan oleh tindakannya sendiri.
Saksi Pidana
Dilihat dari sanksi pidana untuk
pelaku memang tidak ada secara khusus diatur dalam undang-undang. Namun,
dilihat dari unsur unsur tindakannya termasuk ke dalam kategori delik
kesusilaan yang mana pengaturannya dapat dilihat pada KUHP, yakni pasal 281,
282, serta 533 KUHP dan pasal 406 Undang-Undang No.1 Tahun 2023 . Melihat dari
KUHP diatur dalam pasal 281 menyebutkan sebagai berikut:
“Diancam dengan pidana penjara
paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4,5 juta:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka
melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan
orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar
kesusilaan.”
Serta pasal 406 UU No.1 Tahun
2023 menyebutkan:
“Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10
juta setiap orang yang:
a. Melanggar kesusilaan di muka umum; atau
b. Melanggar kesusilaan di muka orang lain
yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.”
Penjelasan dari Pasal 406 huruf a
yang dimaksud dengan “melanggar kesusilaan” adalah melakukan perbuatan
mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang
bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu
perbuatan tersebut dilakukan.
Dari penjelasan diatas, dalam Pasal 281 KUHP maupun Pasal
406 UU 1/2023 unsur tindak asusila adalah:
a. Barang siapa
b. Dengan
sengaja
c. Terbuka (di
muka umum)
d. Melanggar
kesusilaan
Pasal 282 KUHP menyebutkan “Orang
yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan,
gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau yang
dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa
secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh.” (hukumonline.com)
Tindakan revenge pornography juga
dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi, “Dalam hal penyebarluasan pornografi di internet, yang dapat
dikenakan pertanggung-jawaban pidana adalah “Orang yang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi.”
Serta Pasal 27 ayat (1)
menyebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 45 ayat (1) UU ITE “Setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan
atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27
ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau
denda paling banyak Rp.1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah).”
Pasal 27 ayat (1) UU ITE dan 45
ayat (1) UU ITE yang mengatur mengenai tindak pidana pornografi di internet
atau media social yang memuat tentang perbuatan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. (tribratanews.kepri.polri.go.id)
Penyebaran mengenai konten revenge pornography sering menggunakan media teknologi dan berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Sehingga untuk melindungi korban serta sanksi dari revenge pornography yaitu dari UU Pornografi, UU ITE serta KUHP, diharapkan bila seseorang menjadi korban revenge pornography akan mendapatkan perlindungan dari peraturan perundang-undangan serta sanksi yang diberikan juga berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Penulis : Qurratul Hilma