![](https://jdih.sukoharjokab.go.id/images/berita/19ea4dd3c14a982c0d0b6b6452e86b3f.jpg)
3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup
Startup sebagai UMKM
Menurut Cambridge Dictionary, startup adalah
perusahaan yang baru dimulai atau perusahaan rintisan. Istilah startup sering kali dikaitkan dengan perusahaan rintisan yang
bergerak di bidang layanan berbasis teknologi. Dalam peraturan
perundang-undangan terkait badan usaha, bentuk usaha startup sama dengan perusahaan biasa yakni dapat berbentuk
badan usaha berbadan hukum dan badan usaha bukan berbadan hukum. Sehingga di
mata hukum tidak ada perbedaan antara startup dan
perusahaan lainnya.
Adapun seluruh perusahaan dapat dikategorikan sebagai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (“UMKM”) sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (3) dan (5) PP 7/2021 yakni:
Kriteria |
Mikro |
Kecil |
Menengah |
Modal Usaha |
? Rp1 miliar |
> Rp1 miliar s.d. ? Rp5 miliar |
> Rp5 miliar s.d. ? Rp10 miliar |
Hasil
Penjualan Tahunan |
? Rp 2 miliar |
> Rp2 miliar
s.d. ? Rp15 miliar |
> Rp15 miliar –
? Rp50 miliar |
Aspek Hukum Mendirikan Startup
Guna
menjawab pertanyaan Anda terkait aspek hukum apa yang harus diperhatikan dalam
membuat startup? Berikut kami rangkum aspek hukum dalam mendirikan startup.
1.
Menentukan Jenis Badan Usaha
Sebelum
mendirikan perusahaan, pendiri harus memilih badan usaha, yang bisa berupa
badan usaha berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Badan usaha berbadan
hukum berarti ada pemisahan antara harta kekayaan pribadi pendiri dan harta
kekayaan badan usaha. Artinya jika terjadi suatu permasalahan hukum, badan
usaha hanya dapat dituntut atau dimintakan ganti kerugian sebatas pada harta
kekayaan badan usaha itu sendiri dan tidak termasuk pada harta pribadi
pendirinya. Contoh badan usaha berbadan hukum adalah Perseroan Terbatas (“PT”),
Yayasan, dan Koperasi.
Sedangkan
badan usaha tidak berbadan hukum adalah badan usaha yang tidak memisahkan harta
kekayaan pribadi pendirinya dan harta kekayaan badan usaha. Contoh dari badan
usaha tidak berbadan hukum adalah Persekutuan Komanditer (“CV”), Firma, dan
Persekutuan Perdata.
Perlu
Anda ketahui, perusahaan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro Kecil (“UMK”) dapat
berbentuk PT dengan sejumlah kemudahan antara lain:
a.
PT yang memenuhi kriteria UMK
didirikan oleh satu orang;
b.
Adanya keringanan biaya terkait
pendirian badan hukum;
c.
Adanya pendampingan dari pemerintah
pusat dan daerah bagi UMK yang telah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB)
melalui fasilitasi bimbingan teknis, konsultasi, dan/atau pelatihan.
2.
Melengkapi Perizinan
Berusaha
Pemerintah
kini menerapkan perizinan berusaha berbasis risiko yang dinilai berdasarkan tingkat bahaya dan potensi
terjadinya risiko. Semakin kecil tingkat bahaya dan potensi terjadinya risiko
yang ditimbulkan, maka semakin sedikit
perizinan berusaha yang dibutuhkan. Indikator penilaian tingkat bahaya
diukur melalui aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan/atau pemanfaatan
dan pengelolaan sumber daya berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PP 5/2021. Sedangkan
penilaian potensi terjadinya risiko dibagi ke dalam beberapa skala yakni hampir
tidak mungkin terjadi, kemungkinan kecil terjadi, kemungkinan terjadi, atau
hampir pasti terjadi berdasarkan Pasal 9 ayat (4) PP 5/2021.
Selain perizinan berusaha
ada perizinan-perizinan lain yang perlu dilengkapi berdasarkan bidang usaha
masing-masing. Misalnya jika perusahaan akan
menggunakan sistem elektronik maka diperlukan izin untuk menjadi penyelenggara
sistem elektronik berdasarkan PP 71/2019.
3.
Mendaftarkan Hak Kekayaan
Intelektual (“HKI”)
Tak
dipungkiri perusahaan tentu memiliki aset yang memerlukan perlindungan hukum
atas kekayaan intelektual, misalnya berupa hak cipta, merek, paten, desain
industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan varietas
tanaman. Perlindungan yang diberikan terhadap HKI umumnya diberikan setelah
dilakukan pendaftaran. Sebagai contoh merek berlaku perlindungan berdasarkan
prinsip first
to file.