
PERBEDAAN MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
PERBEDAAN MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Kedudukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (“MK”) dan Mahkamah Agung (“MA”) merupakan lembaga negara yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman sebagaimana termaktub di dalam Bab IX, Pasal 24 s.d. Pasal 24C UUD 1945.
Kekuasaan kehakiman, yang disebut juga kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 mengatur lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Wewenang Mahkamah Agung
Meski MA dan MK sama-sama merupakan lembaga yudikatif, namun, keduanya memiliki wewenang yang berbeda. Lalu, apa fungsi dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi?
MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan yang berada di dalam keempat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, yang dalam melakukan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Selain sebagai puncak dari kekuasaan kehakiman dari empat lingkungan peradilan sebagaimana disebut di atas, Jimly Asshiddiqie (hal. 156) juga menyebut bahwa MA pada pokoknya merupakan pengawal undang-undang (the guardian of Indonesian law).
Lantas, apa saja wewenang dari MA? Di dalam konstitusi, wewenang MA dijabarkan di dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yaitu mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang diberikan undang-undang.
Wewenang MA tersebut, kemudian diuraikan di dalam Pasal 20 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman yaitu:
a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MA kecuali undang-undang menentukan lain;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
Berkenaan dengan “kewenangan lain yang diberikan undang-undang”, berdasarkan penelusuran kami di dalam UU MA dan perubahannya, tugas dan wewenang MA secara lebih lanjut antara lain:
memeriksa dan memutus permohonan kasasi;
a. memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili jika dua pengadilan atau lebih menyatakan berwenang mengadili atau tidak berwenang mengadili perkara yang sama;
b. memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman;
d. memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi; dan
e. dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak kepada lembaga tinggi negara yang lain.
Wewenang Mahkamah Konstitusi
Berbeda dengan MA yang merupakan pengawal undang-undang, MK dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya atau disebut dengan the guardian of constitution. Selain itu, MK juga merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan tertinggi untuk menafsirkan UUD 1945 (the sole interpreter of the constitution), dan disebut sebagai pengawal demokrasi serta pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).
Lantas, apa saja sebenarnya wewenang dari MK? Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memberikan wewenang pada MK untuk:
a. mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b. memutuskan sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
c. memutuskan pembubaran partai politik; dan
d. memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain kewenangan di atas, Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 merumuskan bahwa MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945.
Kewenangan MK tentang impeachment (pemakzulan) presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana disebut dalam rumusan pasal di atas, menurut Maruarar Siahaan dalam bukunya berjudul Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diawali dengan proses politik di DPR dan diakhiri dengan proses politik di MPR. Putusan MK nantinya akan dijadikan dasar oleh MPR untuk melihat apakah pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden cukup sebagai landasan memberhentikannya. Adapun, sifat putusan MK mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden secara yuridis adalah peradilan pertama dan terakhir serta final karena tidak ada lembaga negara lain yang dapat melakukan review lagi atas putusan yang telah dijatuhkan MK (hal. 12 – 13).
Adapun, mengenai sifat putusan MK, pada dasarnya putusan MK bersifat final yaitu putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).
Sifat final dan mengikat tersebut, berarti putusan itu tidak bisa dilakukan upaya hukum, seperti kasasi atau peninjauan kembali. Putusan tersebut wajib dihormati dan dilaksanakan oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya, maupun masyarakat pada umumnya yang terkait dengan putusan itu.
Putusan MK juga memiliki sifat erga omnes yaitu berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa. Menurut Bagir Manan, erga omnes adalah putusan yang akibat-akibatnya berlaku bagi semua perkara yang mengandung persamaan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Sehingga, ketika suatu undang-undang dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan undang-undang dasar, maka menjadi batal dan tidak sah untuk setiap orang. Erga omnes juga dapat diartikan bahwa putusan MK berlaku bagi seluruh elemen negara tanpa kecuali.
Apa Perbedaan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung?
Mahkamah Agung
Dasar Hukum : Pasal 24A UUD 1945.
Wewenang :
• mengadili pada tingkat kasasi;
• menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;
• memeriksa dan memutus sengketa sengketa tentang kewenangan mengadili;
• memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
• melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya;
• memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi;
• dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak kepada lembaga tinggi negara yang lain. -
Jumlah Hakim : Paling banyak 60 orang.
Sifat Putusan :
• Putusan kasasi adalah berkekuatan hukum tetap, namun dapat diajukan upaya peninjauan kembali.
• Putusan peninjauan kembali adalah tingkat pertama dan terakhir.
• Putusan judicial review adalah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan tidak ada upaya hukum atas putusan tersebut.
Mahkamah Konstitusi
Dasar Hukum : Pasal 24C UUD 1945.
Wewenang :
• mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
• memutuskan sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
• memutuskan pembubaran partai politik;
• memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
• wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945.
Sifat Putusan : Final dan mengikat serta erga omnes.
Nafiatul Munawaroh