Perlindungan Hukum Dan Solusi Antisipatif Bagi Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Oleh: Mahmudin Kobandaha
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal
20 tentang perlindungan anak, bahwa yang berkewajiban dan bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua. Pasal 21 dan 25 UU ini juga mengatur lebih jauh
terkait perlindungan dan tanggung jawab terhadap anak. Dalam UU Nomor 23 Tahun
2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pada Pasal 2 terkait
ruang lingkup, pasal ini mencakup juga keberadaan anak untuk dilindungi dari
KDRT. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 5 ayat 1 butir a disebutkan bahwa
“seorang saksi atau koban berhak: memperoleh perlindungan atas keamanan
pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan
dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.”
Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah
dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
Pasal 21 sampai dengan 24, yakni :
1) menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau
mental;
2) memberikian dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak;
3) menjamin perlindungan, pemliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau
orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak;
4) menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Peran apparat kepolisian berdasarkan UU PKDRT adalah
sebagai berikut :
a. konsultasi hukum, yang mana korban diberi hak
untuk berkonsultasi atas peristiwa hukum yang terjadi pada diri korban dengan
advokat yang kemudian advokat dapat menarik kesimpulan atas peristiwa hukum
tersebut lalu memberikan solusi yang tepat untuk korban;
b. melakukan mediasi atau negosiasi antara para
pihak korban dan pelaku KDRT, dalam proses ini advokat menjadi pihak yang
netral di antara pihak korban dan pelaku serta memberi masukan atau nasihat
untuk menemukan pemecahan masalah atas peristiwa hukum yang terjadi;
c. mendampingi korban pada tingkat penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan, dalam sidang pengadilan, advokat pada proses ini
diharuskan melakukan pendampingan dan pemantauan atas setiap tahapan proses
hukum karena setiap perkembangan kasus harus dikawal dengan ketat;
d. advokat dalam pendampingan terhadap korban pada
tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dalam siding pengadilan harus
melalui koordinasi dengan sesame penegak hukum, relawan pendammping, dan
pekerja sosial agar informasi yang didapat lebih akurat.
Langkah solutif antisipatif agar anak tidak menjadi
korban adalah dengan terlebih dahulu menganggap permasalahan ini adalah suatu
tindak pidana dan merupakan kejahatan yang serius, tentunya apabila hal itu
sudah ada dalam pola pikir masyarakat akan serta merta membentuk perilaku untuk
melindungi perempuan dan anak. Ini yang perlu mendapat langkah aktif dan
berusaha menyingkap kejahatan ini sampai tuntas agar efek jera bagi pelaku itu
ada dan menjadi preseden bagi oknum yang akan menjadi pelaku KDRT yang akan
melakukan perbuatan itu.