Hukumnya Jual Hp Bekas Yang Seolah-Olah Baru
Oleh: Bernadetha
Aurelia Oktavira
Jual Beli HP Bekas yang
Seolah-olah Baru
Dalam hal ini, toko handphone bertindak sebagai
pelaku usaha. Sedangkan pembeli barang jualan disebut sebagai konsumen. Oleh
karena itu hubungan pelaku usaha dan konsumen secara khusus diatur di UU
Perlindungan Konsumen.
Sebelum melakukan transaksi jual beli HP, pelaku
usaha harus memperhatikan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU Perlindungan Konsumen,
yaitu:
“Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
…
b.
barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;”
Pelaku usaha seharusnya menjual handphone dengan
kondisi yang sebenarnya, dalam hal ini dimulai dari ketika menawarkan,
mempromosikan, dan mengiklankan, haruslah menyebutkan kondisi yang sebenarnya
dari handphone tersebut.
Lebih lanjut, dalam Pasal 9 ayat (2) UU Perlindungan
Konsumen juga disebutkan bahwa barang yang seolah-olah dalam keadaan baru
tersebut dilarang untuk diperdagangkan. Mengingat juga konsumen memiliki hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa yang dijual oleh pelaku usaha.
Buku Petunjuk Handphone
Mengenai buku petunjuk, secara umum disebutkan dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf j UU Perlindungan Konsumen, yang bunyinya:
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
“…
j.
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”
Selain itu, penyediaan buku petunjuk dalam bahasa
Indonesia juga berkaitan dengan salah satu kewajiban konsumen sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 5 huruf a UU Perlindungan Konsumen, yaitu:
“membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.”
Jika buku petunjuk yang diberikan oleh pelaku usaha
bukan dalam bahasa Indonesia, konsumen tentunya akan kesulitan untuk dapat
mengikuti instruksi dalam buku petunjuk,. Oleh karena pelaku usaha menjual di
Indonesia tentu harus mengikuti hukum yang berlaku di negara ini.
Dengan demikian, pelaku usaha yang jual HP bekas
seolah-olah dalam keadaan baru, serta tidak memiliki buku petunjuk dalam bahasa
Indonesia telah melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (1) huruf j
UU Perlindungan Konsumen.
Pelaku usaha tersebut dapat dijerat pidana
berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, yaitu:
“Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).”
Jadi, pelaku usaha yang jual HP bekas seolah-olah
dalam keadaan baru, serta tidak memiliki buku petunjuk dalam bahasa Indonesia
diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2
miliar.
Contoh Kasus
Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami berikan
contoh kasus serupa tentang jual beli HP bekas dalam Putusan PN Cikarang No.
26/Pid.Sus/2018/PN Ckr. Terdakwa menjual berbagai jenis handphone yang tidak
memiliki izin postel dan dijual seolah-olah barang tersebut dalam keadaan baru.
Handphone merk X yang dijualnya sudah dalam keadaan kemasan terbuka dengan
garansi toko selama satu bulan (bukan garansi resmi). Selain itu pada kemasan
dan pada handphone itu tidak terdapat stiker izin postel yang diwajibkan ada
pada perangkat telekomunikasi.
Menurut salah seorang saksi, handphone tersebut juga
dijual dalam kondisi tidak dikemas dalam plastic
press (wrapping), melainkan
dimasukkan dalam plastik, layar handphone tertempel plastik anti gores,
aksesoris lengkap kecuali handsfree dan ada buku petunjuk dalam bahasa Mandarin
(hal. 16).
Pada dakwaan alternatif kedua, penuntut umum
menggunakan dasar Pasal 62 ayat (1) jo.
Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf j UU Perlindungan Konsumen. Namun dalam
kasus ini majelis hakim memutus berdasarkan dakwaan kesatu penuntut umum, yang
didasari oleh Pasal 52 jo. Pasal 32
ayat (1) UU Telekomunikasi sebagai berikut (hal. 25):
“Barang
siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Atas dasar itu, majelis hakim menghukum terdakwa
dengan pidana penjara selama 3 bulan, karena terdakwa telah melakukan tindak
pidana memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku (hal. 30).