Variabel Demokrasi Indonesia
Indonesia
bisa saja telah disebut sebagai suatu negara “demokrasi”, dengan salah satu
kriteria karena presidennya dipilih lansung oleh rakyat, pemilihan-demi
pemilihan untuk menduduki jabatan publik telah melibatkan partisipasi rakyat
banyak atau semua pihak yang ada dalam suatu komunitas baik di dalam
institusi-institusi maupun dalam suatu lembaga negara.
Namun kenapa negara Indonesia yang telah dikatakan sebagai negara
demokrasi ternyata hasilnya selalu menjadi masalah, dimana demokrasi nasional
yang telah dijalankan dengan harga yang sangat mahal, dimana untuk biaya Pemilu
tahun 2009, KPU mengusulkan 2 x lipat dari biaya Pemilu tahun 2004, hingga
mencapai Rp. 47,9 triliun. Sekalipun biaya tersebut disetujui, telah diyakini
banyak pihak hasil Pemilu 2009 tetap saja menghasilkan para pemimpin yang
dinilai kurang berkualitas, dimana sebagian besar kinerjanya tetap saja tidak
bisa memuaskan rakyat banyak. Lantas apanya yang salah dalam demokrasi yang
dijalankan di Indonesia selama ini ?. Kalau dilihat dari sisi pemahaman rakyat
banyak peristiwa demokrasi adalah sebuah pesta rakyat, ikutan pemilihan umum
atau ikutan Pimilukada atau Pilkades, di sana ikut nyoblos gambar atau simbol
yang telah disosialisasikan oleh panitia Pemilu/Pemilukada, kemudian rakyat
kecipratan rejeki dari team sukses yang mendatanginya dengan memenuhi
permintaan untuk mengajak dirinya dan koleganya untuk mencoblos gambar atau
lambang tertentu. Tidak lebih dari itu. Sehingga tidak mengherankan jika Pemilu
Indonesia hanya bersifat ritual politis atau ceremonial democratie, namun proyek
itu harus dijalankan karena undang-undang mengharuskannya. Dari fakta ini
menunjukkan sungguh dangkal pemahaman bangsa ini dalam melaksanakan sebuah
negara yang demokratis. Sehingga tidak heran ada sementara pihak yang menilai
“demokrasi” yang dijalankan Indonesia selama ini telah menghasilkan fakta
kehidupan rakyat yang lebih buruk dari fakta kehidupan rakyat semasa rezim
“orde baru” pada masa pemerintahan Soeharto.
Secara definisi konsep, “demokrasi” dapat diartikan, adalah suatu
proses penyelenggaraan system kekuasaan negara yang dilakukan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sedang secara definisi operasi, “demokrasi” dapat
diukur dari, 1. bagaimana sikap dan prilaku rakyat dalam menjalankan Pemilu
dengan baik; 2. bagaimana rakyat atau para wakil rakyat bermusyawarah atau
bertukar-pikiran dengan baik guna merumuskan suatu keputusan politik ; 3.
bagaimana bangsa ini atau para wakil rakyat (DPR) dapat mengatasi perbedaannya
dengan baik tanpa harus harus menghujat pribadi sesamanya atau bagaimana sikap
dan prilaku wakil rakyat dalam bermusyawarah dan menyampaikan pendapat dengan
baik, santun dan beretika; 4. bagaimana hak-hak wakil rakyat (DPR) seperti hak
interplasi, hak budget, hak inisiatif dan hak-hak lain dapat digunakan dan
berjalan dengan baik dan tepat; 5. Bagaimana rakyat dan wakil rakyat mensikapi
perbedaan yang ada, apakah orang yang berbeda pendapat dianggap musuh yang
harus dibungkam dan dilenyapkan; 6. masihkan konsep “bhineka tunggal ika”
benar-benar dipakai jadi budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; 7.
apakah nasionalisme sebagian besar rakyat dan generasi muda masih mengakar pada
penghormatan sejarah pergerakan perjuangan kemerdekaan negara Indonesia;
sehingga dari beberapa indikator tersebut jika benar-benar telah kondusif,
tentu “tidak ada lagi” terjadi anarkisme, tirani mayoritas terhadap minoritas,
komplik horizontal yang bersumber dari ikatan primordialisme sempit yang tanpa
disadari turut terbawa-bawa saat dijalankannya demokrasi itu. Keseluruhan itu
adalah merupakan variabel untuk mengukur apakah negara kita ini benar-benar
sebuah negara demokrasi sejati.
Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sebelum memberikan
kontribusinya dalam system kekuasaan negara yang dalam hal ini dijalankan oleh
suatu pemerintahan, disyaratkan pula harus memiliki pemahaman dan menyadari
terhadap 4 (empat) hal, yaitu : 1). Rakyat (kita semua) adalah mahluk ciptaan
Tuhan, sehingga harus terjalin hubungan yang baik dengan Sang Pencipta,
sehingga apapun yang kita lakukan harus bertanggungjawab kepada Nya. ; 2).
Bahwa rakyat (kita semua) adalah mahluk sosial, artinya konstribusi yang kita
berikan dalam Pemilu tidak boleh memikirkan kepentingan diri sendiri, dan harus
memikirkan nasib orang banyak.; 3). Rakyat (kita semua) harus sadar bahwa kita
adalah warga dari suatu bangsa dan negara, yang oleh karenanya harus
bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara.Indonesia
; dan 4). Bahwa rakyat (kita) semua harus sadar bahwa kita adalah warga dari
komunitas dunia, yang memiliki tanggungjawab sesama umat sebagai penghuni dunia
apalagi dalam menyelamatkan iklim global yang mengancam keselamatan dunia.
Pemahaman rakyat dari 4 (empat) hal di atas diharapkan melahirkan seleksifitas
rakyat yang tinggi, dimana rakyat tidak sembarangan lagi memilih seorang
pemimpin, baik Kepala Desa, Bupati, Gubernur, Presiden, para anggota
DPR/MPR/DPD atau memilih seorang Pejabat apapun yang tidak berkualitas. Rakyat
sebagai peserta Pemilu harus mengenal betul karakteristik dan kapabelitas calon
Kepala Desa yang akan dipilihnya, mengenal betul kemampuan calon Bupati yang
akan dipilihnya, begitu juga calon Gubernur dan calon Presiden yang akan
memimpinnya, syukur dan lebih baik lagi rakyat juga mengenal kehidupan
moralitasnya calon-calon pemimpinnya.
Oleh karena itu dalam menjalankan pesta demokrasi Panitia Pemilu
(KPU atau KPUD) harus dapat mensosialisasikan kelebihan dan kekurangan para
calon Pemimpin rakyat yang akan dipilih oleh rakyat. KPU atau KPUD bersama
seluruh LSM yang ada harus mendidik rakyat agar tidak termakan dengan segala
macam iming-iming yang tidak realisitis. Rakyat harus kebal terhadap segala
macam iming-iming atau janji yang menguntungkan diri sendiri, dan demi
menghormati kepentingan bangsa dan negara, rakyat tidak lagi bersedia menerima
uang, fasilitas dan segala macam pemberian yang membuat dia tidak bisa berpikir
jernih dalam menentukan pilihannya. Rakyat dituntut harus lebih banyak
mendengar dan melihat fakta apa saja yang telah terjadi di negara ini yang
membuat bangsa Indonesia ini terpuruk di segala bidang. Apakah itu terpuruk
dalam bidang ekonomi, moralitas yang rendah, penegakan hukum yang rusak,
indisipliner berlalu lintas, kerusakan lingkungan yang parah, bencana demi
bencana yang terjadi setiap hari sebagai akibat sikap dan prilaku bangsa dan
salah urusnya pemerintahan dan negara Indonesia ini. Atas dasar pemahaman
semacam inilah diharapkan rakyat akan mempu membangun sikap demokratis dan
prilaku demokratis yang baik yang benar-benar dapat memberikan kontribusi
positip bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia ke depan. Dari prilaku
demokratis inilah tentu diharapkan tidak akan ada lagi kita temui segala bentuk
demonstrasi-demonstrasi atau yel-yel dalam rangka menyampaikan tuntutannya yang
diiringi dengan adanya pengrusakan atau anarkisme, yang mencerminkan masyarakat
Indonesia berwatak/bermental bar-barian yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip negara yang demokratis.