Aturan Pemberian Hak Karyawan Saat Perusahaan Pailit

Oleh: Rifdah Rudi

 

Seputar Kepailitan Perusahaan

Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU KPKPU mengartikan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, apabila seseorang dan/atau badan hukum mengalami pailit, maka dalam hal pengurusan dan pemberesan harta dilakukan oleh kurator.

Lebih lanjut, kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan UU KPKPU.

 

Keberlanjutan Usaha Perusahaan Pailit

Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Asas Business Going Concern dalam Kepailitan dan PKPU, salah satu asas dalam UU KPKPU adalah asas going concern, yaitu keberlanjutan usaha debitur (perusahaan pailit).

Hal tersebut tercermin dari ketentuan Pasal 104 UU KPKPU yang menerangkan hal berikut.

    1.     Berdasarkan persetujuan panitia kreditur sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

   2.     Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditur, kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha.

Menurut pasal tersebut, kurator tetap bisa menjalankan usaha dari debitur pailit, tentunya apabila perusahaan yang pailit tersebut masih memungkinkan untuk beroperasi dan bisa membayar utang dari para kreditur.

 

Status dan Hak Karyawan saat Perusahaan Pailit

Dalam hal suatu perusahaan dinyatakan pailit, karyawan bisa memutuskan hubungan kerja secara sepihak dan sebaliknya kurator juga memiliki hak untuk memberhentikan karyawan tersebut dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) UU KPKPU dan penjelasannya, yang masuk dalam Bagian Kedua UU KPKPU tentang Akibat Kepailitan. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut.

“Pekerja yang bekerja pada Debitor dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya Kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat lima) hari sebelumnya.”

Hal ini juga telah ditegaskan dalam Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 154A ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang menerangkan bahwa salah satu alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja (“PHK”) adalah karena perusahaan pailit.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Selain itu, status upah dan hak-hak karyawan lainnya yang belum dibayarkan dalam hal perusahaan dinyatakan pailit merupakan utang yang didahulukan pembayarannya, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 81 angka 36 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 95 UU Ketenagakerjaan dengan ketentuan sebagai berikut.

   1.     Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

     2.  Upah pekerja/buruh didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran kepada semua kreditur.

     3.     Hak lainnya dari pekerja/buruh didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.