Begini Aturan dan Prosedur Penarikan Kendaraan Bermotor Saat Gagal Bayar Cicilan
Begini Aturan dan Prosedur Penarikan Kendaraan
Bermotor Saat Gagal Bayar Cicilan
Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Untuk
mengetahui aturan dan prosedur penyitaan kendaraan, harus memahami terlebih
dulu Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Penarikan atau
penyitaan kendaraan bermotor karena menunggak atau gagal pembayaran cicilan
merupakan tindakan perusahaan pembiayaan atau multifinance yang sering terjadi
di masyarakat. Penyitaan tersebut sering menjadi perdebatan karena masyarakat
atau nasabah merasa terindimidasi, bahkan mendapat tindak kekerasan dari debt
collector atau penagih.
Perlu diketahui,
penyitaan kendaraan tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas kredit perusahaan
pembiayaan. Meski demikian, penyitaan tersebut harus dilakukan dengan prosedur
yang benar dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Untuk mengetahui
aturan dan prosedur penyitaan kendaraan tersebut, harus memahami terlebih dulu
Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU tersebut menerangkan
fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.
Sedangkan, jaminan
fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Dalam perjanjian
fidusia setidaknya terdapat dua pihak, yaitu pemberi fidusia adalah orang
perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia
dapat disebut debitor. Pihak kedua, penerima fidusia adalah orang perseorangan
atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan
fidusia, kreditor.
UU Jaminan Fidusia
mengatur eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Saat debitur atau
pemberi fidusia cidera janji maka eksekusi terhadap benda yang menjadi objek
jaminan fidusia dapat dilakukan dengan eksekutorial oleh penerima fidusia,
penjualan benda jaminan atas kekuasaan penerima fidusia, penjualan bawah tangan
berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dapat memperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Pelaksanaan penjualan
dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh pemberi atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dua surat kabar di daerah bersangkutan. UU tersebut juga
menyatakan Setiap
janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan maka batal demi hukum.
Untuk
mengetahui aturan dan prosedur penyitaan kendaraan, harus memahami terlebih
dulu Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Selain UU Jaminan
Fidusia, terdapat Peraturan Menteri Keuangan No.130 Tahun 2012 tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan
Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan
Fidusia. (Baca:
Pentingnya Memahami Isi Klausula Baku dalam Kontrak Jasa Pembiayaan)
Aturan ini menjadi
penting karena perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada
Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran tersebut paling lama 30 hari kalender
terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Ketentuan wajib
pendaftaran tersebut juga terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
29 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan.
“Perusahaan Pembiayaan
dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor
apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia
dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan,” kutip Pasal 23 POJK 29/2014.
Terdapat juga Putusan MK Nomor
18/PUU-XVII/2019 yang menginterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh
ditetapkan sepihak oleh kreditur. Putusan ini juga menetapkan bahwa objek
jaminan tidak boleh langsung dieksekusi, meski sudah memiliki sertifikat
jaminan. Penerima dan pemberi fidusia harus menyepakati terlebih dahulu
mengenai cidera janji tersebut. Jika sudah ada kesepakatan para pihak, penerima
dapat langsung mengeksekusi. Namun, saat tidak terdapat kesepakatan maka,
pelaksaan eksekusi dapat melalui putusan pengadilan.
Untuk diketahui,
Kementerian Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga (PKTN), Veri Anggrijono, menyatakan permasalahan pembiayaan leasing merupakan
sengketa konsumen yang paling dominan terjadi. Data Direktorat Pemberdayaan
Konsumen menunjukkan sebanyak 1.354 kasus pembiayaan leasing terjadi
dalam kurun tiga tahun terakhir (2017-2019), dengan rincian tahun 2017 sebanyak
366 kasus, tahun 2018 sebanyak 571 kasus, dan tahun 2019 sebanyak 417 kasus.
“Untuk itu,
permasalahan pembiayaan leasing perlu diangkat agar konsumen
semakin sadar dan memahami hak dan kewajibannya,” kata Veri beberapa waktu
lalu.
Ketentuan
Penagihan dengan Debt Collector
Berdasarkan
ketentuan Pasal 49 POJK
Nomor 30/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
bagi Perusahaan Pembiayaan, telah diatur mekanisme kerja sama antara Perusahaan
Pembiayaan dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kepada debitur.
Selain
harus memiliki perjanjian kerja sama, aturan ini mensyaratkan Debt
Collector bernaung dalam satu badan hukum dan badan hukum tersebut
memiliki izin dari instansi terkait. Selain itu, Debt Collector wajib memiliki
sertifikat profesi di bidang penagihan dari PT Sertifikasi Perusahaan
Pembiayaan Indonesia.
Petugas
penyita benda kendaraan harus pegawai perusahaan pembiayaan tersebut atau
pegawai alih daya (outsource) dari perusahaan pembiayaan yang memiliki
surat tugas untuk melakukan eksekusi benda jaminan fidusia. Saat penyitaan juga
harus dilengkaapi sertifikat jaminan fidusia serta proses penjualan barang
hasil eksekusi benda jaminan fidusia harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan mengenai jaminan fidusia.