Kriminologi dan Hukum Pidana, Apakah Berkaitan?
Oleh: Abintoro
Prakoso
Perbedaan.
Kriminologi (criminology)
atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu social atau non-normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi
sosial. Kriminologi disebut sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam
pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu, sehingga kriminologi juga
disebut sebagai sosiologi penjahat.
Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan
dan pengertian mengenai gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam
masyarakat, atau dengan perkataan lain mengapa sampai terdakwa melakukan
perbuatan jahatnya itu.
Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena
sosial sehingga sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam interaksi
sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut
yang dirasakan dalam hubungan antarmanusia.
Kriminologi lebih mengutamakan Tindakan preventif
oleh karena itu selalu mencari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan baik di
bidang ekonomi, social, budaya, hukum, serta faktor alamiah seseorang.
Kriminologi lebih banyak menyangkut masalah teori yang dapat mempengaruhi badan
pembentuk undang-undang untuk menciptakan suatu undang-undang yang dapat
mempengaruhi badan pembentuk undang-undang untuk menciptakan suatu
undang-undang yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat serta mempengaruhi
pula hakim dalam menjatuhkan vonis.
Kriminologi dengan cakupan kajiannya;
a.
orang
yang melakukan kejahatan;
b.
penyebab
melakukan kejahatan;
c.
mencegah
tindak kejahatan; dan
d.
cara-cara
menyembuhkan orang yang telah melakukan kejahatan.
Hukum pidana (criminal
law) sebagai disiplin ilmu normatif atau normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi hukum,
atau mempelajari aturan tentang kejahatan. Dengan perkataan lain mempelajari
tentang tindakan yang dengan tegas disebut oleh peraturan perundang-undangan
sebagai kejahatan atau pelanggaran, yang dapat dikenai hukuman (pidana). Hukum
pidana bersendikan probabilities atau
hukum kemungkinan-kemungkinan untuk menemukan hubungan sebab-akibat terjadinya
kejahatan dalam masyarakat. Apabila belum ada peraturan perundang-undangan yang
memuat tentang hukuman yang dapat dijatuhkan pada penjahat atau pelanggar atas
tindakannya, maka tindakan yang bersangkutan bukan tindakan yang dapat dikenai
hukuman (bukan tindakan jahat atau bukan pelanggaran). Pandangan ini bersumber
pada asas Nullum delictum, nulla poena
sine praevia lege poenali.
Hukum pidana berusaha untuk menghubungkan perbuatan
jahat dengan hasil pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan tersebut untuk
meletakkan criminal responsibility.
Hukum pidana lebih banyak menyangkut segi praktek, oleh karena baru
dipergunakan setelah timbulnya suatu perbuatan jahat, jadi lebih menekankan
pada tindakan represif.
Obyek kriminologi (orang dalam pertentangan dengan
norma-norma sosial), sedangkan obyek hukum pidana (pelanggaran ketertiban
hukum) sehingga dengan sendirinya menimbulkan juga perbedaan pengertian
“kejahatan” menurut kriminologi dan menurut hukum pidana. Karena kriminologi
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri di samping hukum pidana, maka mempunyai
definisi sendiri tentang apa yang disebut kejahatan.
Hukum pidana memusatkan perhatiannya terhadap
pembuktian suatu kejahatan sedangkan kriminologi memusatkan perhatiannya pada
faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan. Kriminologi ditujukan untuk
mengungkapkan motif pelaku kejahatan sedangkan hukum pidana ditujukan kepada
hubungan antara tindakan dan akibatnya (hukum kausalitas). Faktor motif dapat
ditelusuri dengan bukti-bukti yang memperkuat adanya niat melakukan kejahatan.
Persamaan
Hukum pidana dan kriminologi secara tegas
berhubungan langsung dengan pelaku kejahatan, hukuman dan perlakuannya.
Perbuatan jahat itu perlu diambil tindakan preventif mapun represif dengan tujuan
agar penjahat jera atau tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Hukum pidana dan kriminologi atas beberapa
pertimbangan merupakan instrument dan sekali gus alat kekuasaan negara dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya memiliki korelasi positif. Beberapa pertimbangan
tersebut antara lain bahwa keduanya (hukum pidana dan kriminologi) berpijak
pada premis yang sama;
1.
Negara
merupakan sumber kekuasaan dan seluruh alat perlengkapan negara merupakan
pelaksanaan dari kekuasaan negara;
2.
Hukum
pidana dan kriminologi memiliki persamaan persepsi bahwa masyarakat luas adalah
bagian dari obyek pengaturan oleh kekuasaan negara bukan subyek (hukum) yang
memiliki kedudukan yang sama dengan negara;
3.
Hukum
pidana dan kriminologi masih menempatkan peranan negara lebih dominan daripada
peranan individu dalam menciptakan ketertiban dan keamanan sekali gus sebagai
perusak ketertiban dan keamanan itu sendiri.
Keterkaitan
Secara teoritik kedua disiplin ilmu tersebut dapat
dikaitkan karena hasil analisis kriminologi banyak manfaatnya dalam kerangka
proses penyidikan atas terjadinya suatu kejahatan yang bersifat individual,
akan tetapi secara praktek sangat
terbatas sekali keterkaitan dan pengaruhnya.
Keterkaitan kriminologi dengan hukum pidana, bahwa
kriminologi sebagai metascience dari
hukum pidana. Kriminologi suatu ilmu yang lebih luas daripada hukum pidana, di
mana pengertian-pengertiannya dapat digunakan untuk memperjelas konsep-konsep
dan masalah-masalah yang terdapat dalam hukum pidana. Jelasnya bahwa
metascience di atas bukan hanya pelengkap terhadap hukum pidana bahkan
merupakan disiplin yang utama daripadanya. Karena kejahatan tidak hanya
meliputi aspek yurididis dan sosiologis, melainkan pula meliputi kejahatan
dalam arti agama dan moral.
Kriminologi adalah suatu ilmu empiris yang ada
kaitannya dengan kaidah hukum. Ilmu tersebut meneliti tentang kejahatan serta
proses-proses formal dan informal dari kriminalisasi maupun dekriminalisasi.
Kecuali itu dipelajari juga keadaan dari golongan-golongan yang menjadi
penjahat serta yang menjadi korban kejahatan, sebab-sebab kejahatan,
reaksi-reaksi formal dan informal terhadap kejahatan maupun pihak-phak lain
yang ada kaitannya dengan proses kejahatan. Dalam kaitannya dengan dogmatik
hukum pidana, maka kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukan ruang
lingkup kejahatan atau perilaku yang dapat dihukum. Dengan demikian maka hukum
pidana bukanlah merupakan suatu silogisme dari pencegahan, akan tetapi
merupakan suatu jawaban terhadap adanya kejahatan.