Bagaimana Hak Menantu Terhadap Warisan Mertua
Oleh: Muhammad
Raihan Nugraha
Bisakah Menantu Menjadi
Ahli Waris?
Pada dasarnya prinsip pewarisan menurut KUH Perdata
adalah hubungan darah dan suami istri yang hidup terlama. Oleh karena itu, yang
dapat menjadi ahli waris adalah yang punya hubungan darah dan suami atau istri.
Hal ini berdasarkan pada ketentuan Pasal 832 KUH Perdata yang berbunyi:
Menurut undang-undang,
yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut
undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup
terlama menurut peraturan-peraturan berikut ini…
Sedangkan, yang berhak mewaris menurut hukum Islam
berdasarkan Pasal 171 huruf c KHI, yaitu mereka yang:
1.
mempunyai
hubungan darah dengan pewaris;
2.
mempunyai
hubungan perkawinan dengan pewaris;
3.
beragama
islam;
4.
tidak
dilarang hukum untuk menjadi ahli waris.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa hak menantu
terhadap warisan mertua adalah tidak ada. Hal ini karena menantu tidak dapat
dikategorikan sebagai ahli waris, baik itu menurut KUH Perdata maupun menurut
KHI. Selain itu, hal ini pun berlaku kepada mertua bahwa ia tidak memiliki hak
untuk mendapatkan warisan dari menantu.
Penggantian Ahli Waris
Dengan demikian, dalam hal mertua selaku pewaris telah
meninggal dunia dan menantu juga sudah menjanda, maka dilakukan penggantian
ahli waris.
Disarikan dari artikel Yang Berhak Jadi Ahli Waris
Jika Sekeluarga Telah Meninggal, terdapat 4 golongan ahli waris menurut KUH
Perdata, yaitu:
1.
Golongan I, terdiri dari suami/istri yang ditinggalkan,
anak-anak sah, serta keturunannya.
2.
Golongan II, terdiri dari ayah, ibu, saudara, dan keturunan
saudara.
3.
Golongan III, terdiri dari kakek, nenek, saudara dalam garis
lurus ke atas.
4. Golongan IV, terdiri dari saudara dalam garis ke samping,
seperti paman, bibi, saudara sepupu, sampai maksimal derajat keenam.
Masih dalam artikel yang sama, apabila pewaris
meninggalkan ahli waris golongan I, maka golongan ahli waris II, III, dan IV
akan tertutup sehingga tidak mendapatkan bagian warisan. Kemudian, apabila
tidak ada ahli waris golongan I, baru kemudian golongan II yang akan mewaris,
begitupun seterusnya.
Lantas, jika mertua meninggal dunia dan janda
(menantu) tersebut tidak mempunyai anak, maka yang akan menjadi ahli waris adalah
ahli waris golongan III. Jika ahli waris golongan III tidak ada, maka yang akan
menjadi ahli waris adalah golongan IV.
Perlu diketahui bahwa orang yang menggantikan suami
janda tersebut mendapatkan hak/bagian dari suami si janda. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 841 KUHPerdata yang berbunyi:
Penggantian memberikan
hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat
dan dalam segala hak orang yang digantikannya.
Selanjutnya, Khisni menjelaskan dalam bukunya Hukum
Waris Islam (hal. 10) mengenai ahli waris pengganti dalam KHI diatur
berdasarkan Pasal 185 KHI yaitu ahli waris pengganti merupakan keturunan dari
ahli waris yang disebutkan pada Pasal 174 KHI.
Adapun pengganti ahli waris di antaranya keturunan
anak laki-laki dan anak perempuan, keturunan dari saudara laki-laki/perempuan,
keturunan dari paman, keturunan dari kakek dan nenek, yaitu bibi dan
keturunannya. Perlu diketahui bahwa paman walaupun keturunan kakek dan nenek
bukan ahli waris pengganti karena paman sebagai ahli waris langsung yang
disebut pada Pasal 174 KHI.
Akan tetapi, jika suami janda tersebut meninggal
setelah mertuanya meninggal dunia (pewaris), maka sang suami sempat menjadi
ahli waris dari ayahnya. Dalam hal kemudian suami juga meninggal dunia (setelah
pewaris), maka menantu bisa mendapat bagian warisan mertuanya, tetapi sebagai
ahli waris dari almarhum suaminya.