Bolehkah Karyawan Perusahaan Bertindak Melakukan Somasi?
Apa itu Somasi?
Istilah somasi berasal dari
kata sommatie dalam bahasa Belanda yang bermakna teguran.
Istilah somasi juga mengandung pengertian senada dengan istilah aanmaning yang
bermakna pemberitahuan, dan istilah kenningsgeving yang
bermakna peringatan. Adapun pernyataan lalai adalah terjemahan dari
istilah interpellation, in mora stelling, dan ingebrekestelling.
Dengan demikian memberikan atau menyampaikan somasi berarti memberitahukan,
menegur, dan mengingatkan.
Penyampaian somasi dari kreditur
kepada debitur pada hakikatnya merupakan perbuatan kreditur untuk
memberitahukan, menegur, dan mengingatkan debitur agar memenuhi kewajiban atau
prestasinya.
Somasi merupakan
tindakan hukum yang dilakukan satu pihak terhadap pihak lain karena pihak lain
tersebut belum atau tidak memenuhi kewajiban/prestasi dalam suatu perjanjian.
Di dalam suatu somasi biasanya mengandung pemberitahuan, peringatan atau
teguran agar pihak lain yang terikat dalam suatu perjanjian segera memenuhi
kewajibannya.
Somasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk langkah dan
tindakan persiapan untuk menyelesaikan suatu sengketa hukum perdata sebelum
diselesaikan melalui lembaga peradilan umum.
Adapun dasar hukum
somasi adalah Pasal 1238 KUH Perdata yang berbunyi:
Debitur dinyatakan lalai dengan surat
perintah atau akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan
sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata tersebut,
ada dua keadaan sebagai tolok ukur untuk menentukan saat debitur lalai atas
prestasinya kepada kreditur. Pertama, debitur
telah dinyatakan lalai oleh kreditur melalui suatu surat atau akta sejenis yang
berisi tentang saat kelalaian debitur (somasi). Kedua, debitur lalai
apabila dalam suatu perjanjian telah ditentukan kapan saat pemenuhan prestasi
dan tenggang waktu pemenuhan itu telah lewat atau berakhir tetapi debitur belum
memenuhi kewajibannya.
Siapakah yang
Berhak Melakukan Somasi?
Siapakah yang berhak untuk melakukan atau
memberikan somasi? Pada prinsipnya, somasi tidak dapat lepas dari konteks
hubungan hukum antara kreditur dan debitur, maka pihak yang berhak melakukan somasi
adalah kreditur.
Dengan demikian, pada dasarnya hak untuk melakukan atau
menyampaikan somasi bukan merupakan hak yang diberikan kepada advokat melainkan
hak kreditur ketika debitur lalai memenuhi kewajibannya.
Meskipun hak untuk menyampaikan somasi pada dasarnya
merupakan hak kreditur, tetapi hak tersebut dapat dilakukan oleh pihak
lain seperti advokat yang menerima kuasa dari kreditur. Oleh karena itu, hanya
advokat yang telah menerima atau mendapatkan kuasa dari kreditur yang dapat
melakukan tindakan hukum somasi.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
1795 KUH Perdata jo. Pasal 123 HIR mengenai pemberian
kuasa yang menjadi landasan yuridis bagi advokat dalam melakukan tindakan hukum
melakukan somasi.
Hal ini juga ditegaskan dalam UU Advokat bahwa advokat
adalah orang atau subjek hukum yang memiliki profesi untuk memberikan jasa
hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai ketentuan undang-undang.[3] Adapun jasa hukum adalah jasa yang
diberikan advokat dalam bentuk memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan
kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan klien.[4]
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hak
untuk melakukan somasi itu dimiliki kreditur apabila debitur lalai memenuhi
kewajibannya. Namun, hak untuk melakukan somasi terhadap debitur itu, dalam
keadaan tertentu juga dapat diberikan kepada seorang advokat jika telah
mendapatkan kuasa dari kreditur.
Bisakah Karyawan Perusahaan Melakukan
Somasi?
Secara teoritis, subjek hukum adalah manusia yang
berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan
masyarakat demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pada dasarnya subjek hukum mengandung
pengertian dan makna sebagai pendukung atau pemegang hak dan kewajiban dalam
interaksi dan pergaulan hidup bermasyarakat. Adapun, subjek hukum dapat
dibedakan dalam dua jenis, yaitu manusia atau orang (natuurlijkpersoon) dan
badan hukum (rechtspersoon).
Setiap subjek hukum memiliki kecakapan (bekwaan)
atau kewenangan (bevoeg)
untuk melakukan berbagai bentuk perbuatan hukum, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain.
Bertolak dari konsep tentang subjek hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban tersebut, maka dapat dipahami bahwa setiap jenis
subjek hukum, baik orang maupun badan hukum adalah cakap atau wenang untuk
melakukan berbagai bentuk perbuatan hukum.
Oleh karena itu, suatu perusahaan berbadan hukum (rechtspersoon)
selaku subjek hukum memiliki hak dan kapasitas untuk melakukan somasi. Dalam
hal ini, untuk melakukan somasi terhadap debiturnya, sebuah perusahaan tidak
harus menunjuk atau meminta bantuan kepada advokat.
Perusahaan berbadan hukum dalam melakukan perbuatan hukum
selalu diwakili oleh organ perusahaan itu. Organ yang berhak melakukan
perbuatan hukum untuk mewakili perusahaan biasanya diatur dalam undang-undang
atau anggaran dasar. Misalnya, suatu perseroan terbatas dalam melakukan
perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan diwakili oleh direksi.
Dalam hukum acara perdata, pengurus (direksi atau ketua)
badan hukum memiliki kedudukan atau kapasitas sebagai kuasa menurut hukum (legal
mandatory) dari badan hukum. Oleh karenanya, secara yuridis
pengurus suatu perusahaan yang berbadan hukum memiliki keabsahan atau legalitas
untuk melakukan berbagai perbuatan hukum untuk mewakili kepentingan perusahaan
berbadan hukum itu. Dalam melakukan tindakan hukum untuk mewakili kepentingan
perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan, pengurus perusahaan tidak
memerlukan surat kuasa.[8] Dengan demikian pengurus suatu
perusahaan berbadan hukum dapat melakukan somasi terhadap debiturnya tanpa
harus menggunakan jasa hukum advokat.
Lantas, bisakah karyawan perusahaan melakukan somasi?
Apabila perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas (“PT”), berdasarkan Pasal
103 UU PT direksi dapat
memberi kuasa tertulis kepada 1 orang karyawan PT atau lebih atau kepada orang
lain untuk dan atas nama PT melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana
diuraikan dalam kuasa khusus.