Hukumnya Jika Jabatan Dinaikkan Tapi Gaji Tetap

Oleh: Rifdah Rudi

 

Perjanjian Kerja Sebagai Dasar Hubungan Kerja

Pada dasarnya, hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha merupakan domain dari masing-masing pihak yang dituangkan dalam perjanjian kerja , peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Hal ini sesuai dengan pengertian dari hubungan kerja dalam Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi sebagai berikut:

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”

Adapun perjanjian kerja sendiri dibuat atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, dan tidak dapat diubah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.

Dengan demikian, apabila seorang karyawan dipaksa menduduki jabatan yang tidak setujuinya dalam perjanjian kerja, atau dipaksa melakukan pekerjaan di luar dari yang telah disepakati dalam perjanjian kerja, maka pada dasarnya pemaksaan tersebut tidak berdasar dan menurut hemat kami pekerja yang bersangkutan tidak wajib melaksanakannya karena memang tidak disepakati dalam perjanjian kerja.

Di sisi lain, akibat adanya paksaan tersebut maka kenaikan jabatan yang tertuang dalam perjanjian kerja menjadi dapat dibatalkan sesuai prinsip hukum perjanjian dalam Pasal 1323 KUH Perdata:

“Paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.”

Namun perlu digarisbawahi, tidak adanya kesepakatan dalam perjanjian kerja berarti perjanjian itu dapat dibatalkan.[3] Dalam artian dikutip dari Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tak Dipenuhi, dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

 

Jika Kenaikan Jabatan Tidak Diikuti Kenaikan Gaji

Anda mengatakan bahwa gaji yang diberikan kepada pekerja yang jabatannya dipaksa dinaikkan itu tidak sesuai. Di sini kami asumsikan bahwa maksudnya adalah kenaikan jabatan tidak diimbangi dengan kenaikan upah/gaji.

Pada dasarnya, UU Ketenagakerjaan tidak mengatur secara tegas soal kenaikan gaji. Namun, Pasal 81 angka 30 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 92 UU Ketenagakerjaan mengamanatkan pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah sebagai salah satu pedoman pengupahan:

  1.     Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas.

 2.     Struktur dan skala Upah digunakan sebagai pedoman Pengusaha dalam menetapkan Upah bagi Pekerja/Buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih.

  3.     Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala Upah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah tertuang dalam Permenaker 1/2017. Adapun struktur dan skala upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah yang memuat kisaran nilai nominal upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar untuk setiap golongan jabatan.

Struktur dan skala upah pada dasarnya wajib disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Pengusaha juga melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

Dalam menyusun struktur dan skala upah dapat menggunakan tahapan:

  1.     analisa jabatan;

  2.     evaluasi jabatan; dan

  3.     penentuan struktur dan skala upah.

Penjelasan lebih lanjut soal kenaikan gaji dapat Anda simak dalam Aturan Kenaikan Gaji Karyawan Menurut UU Cipta Kerja.

Sehingga dapat diartikan bahwa kenaikan upah didasarkan tidak hanya pada jabatan pekerja, tetapi juga dengan memperhatikan kemampuan perusahaan. Meski demikian, pada dasarnya struktur dan skala upah wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja secara perorangan, dan yang diberitahukan sekurang-kurangnya struktur dan skala upah pada golongan jabatan sesuai dengan jabatan pekerja yang bersangkutan.

Dengan demikian, apabila seseorang dinaikkan jabatannya, maka perusahaan wajib memberitahukan struktur dan skala upah dalam golongan jabatan tersebut.

 

Permohonan PHK dan Perselisihan Hak

Bilamana pengusaha memaksa menaikkan jabatan pekerjanya, dalam arti tanpa persetujuan pekerja, maka menurut hemat kami, hal tersebut dapat diartikan pengusaha telah memerintahkan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, sementara karyawan hanya bersedia bekerja sesuai dengan isi perjanjian kerja sebelumnya (saat ia tidak dipaksa naik jabatan). Konsekuensinya adalah pekerja berhak untuk mengajukan permohonan PHK. Apabila PHK terjadi, dalam hal ini pekerja berhak atas 1 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Namun bilamana karyawan tetap bertahan pada pendiriannya bekerja di jabatan yang lama, maka kejadian ini dapat menjadi perselisihan hak.