Jika Paket Tidak Kunjung Datang Bagaimana langkah hukumnya ?

UU Perlindungan Konsumen telah menjamin perlindungan atas hak setiap konsumen yang dirugikan untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Bagaimana jika paket tidak kunjung datang? Dalam hal setelah lacak paket ternyata paket tidak bergerak dan mengakibatkan paket tidak kunjung datang, maka ini berkaitan dengan tanggung jawab pihak ekspeditor. Langkah pertama yang dapat Anda lakukan adalah menanyakan langsung pada pihak ekspeditor. Apa yang menyebabkan paket lama sampai? Biasanya karena ada penundaan pengiriman, jarak pengiriman yang jauh, masalah teknis, dan hal lainnya.

Disarikan dari Kurir Salah Kirim Paket ke Alamat Lain? Segera Lakukan Ini, pengangkut harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali ia dapat membuktikan bahwa keterlambatan itu merupakan akibat dari suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya.

Akan tetapi, jika masalah paket tak kunjung datang tersebut disebabkan oleh pihak penjual yang ternyata tidak mengirimkan paket, maka Anda dapat menuntut ganti kerugian kepada pihak penjual.

Adapun mengenai ganti kerugian, karena terdapat perjanjian jual beli ataupun perjanjian pengangkutan, maka dapat merujuk pada ketentuan tentang wanprestasi Pasal 1243 KUH Perdata sebagai berikut:

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

Selengkapnya mengenai tuntutan ganti rugi akibat wanprestasi dapat Anda simak dalam artikel Bunyi Pasal 1243 KUH Perdata tentang Wanprestasi.

Penyelesaian ganti kerugian tersebut dapat dilakukan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan, berdasarkan pilihan sukarela pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sendiri tidak akan menghapus pertanggungjawaban pidana si pelaku.

Jerat Pidana dalam UU Perlindungan Konsumen

Selain pemberian ganti rugi atas paket tidak bergerak, UU Perlindungan Konsumen secara tegas melarang setiap pelaku usaha yang melanggar waktu penyelesaian pesanan barang dan/atau jasa yang diperjanjikan, dalam hal ini terkait dengan waktu pengiriman barang. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UU Perlindungan Konsumen sebagai berikut:

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

  1. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
  2. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menepati ketentuan tersebut adalah pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.Selain itu, pelaku dapat pula dikenakan sanksi tambahan berupa:

  1. perampasan barang tertentu;
  2. pengumuman keputusan hakim;
  3. pembayaran ganti rugi;
  4. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
  5. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
  6. pencabutan izin usaha.

Sehingga, kami berpendapat, selain Anda menanyakan langsung pada pihak ekspeditor tentang alasan mengapa paket tidak bergerak, Anda dapat meminta bantuan kepada pihak penjual untuk turut mengonfirmasi pengiriman barang.

Dugaan Penipuan

Di sisi lain, apabila penjual sengaja tidak mengirim barang yang sudah dibayar oleh pembeli dalam transaksi jual beli online, menurut hemat kami, juga dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi:

Pasal 378 KUHP

Pasal 492 UU 1/2023

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.

Selain jerat pasal di atas, penjual juga berpotensi dijerat Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024:

Setiap Orang yang dengan sengajamendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Selanjutnya atas dugaan tindak pidana penipuan tersebut, Anda dapat membuat laporan polisi di kantor kepolisian setempat dengan membawa bukti yang cukup.

Concursus Idealis

Menjawab pertanyaan terakhir Anda, dalam praktik memang sering terjadi perbuatan seseorang memenuhi beberapa rumusan delik sekaligus. Dalam kasus ini, perbuatan si pelaku usaha memenuhi rumusan delik dalam KUHP atau UU 1/2023, UU ITE dan perubahannya, dan UU Perlindungan Konsumen. Hal ini menimbulkan pertanyaan, pasal manakah yang paling tepat untuk menjerat si pelaku usaha?

Pasal 63 KUHP

Pasal 125 UU 1/2023

1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya satu di antara aturan-aturan itu; Jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pokok yang paling berat.

2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana
yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

1) Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari satu ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi satu pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.

2) Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali undang-undang menentukan lain.

Pasal ini dikenal dengan istilah concursus idealiseendaadse samenloop, atau perbarengan peraturan. Kriteria dari concursus idealis adalah berbarengan dan persamaan sifat dari perbuatan yang dilakukan. Dimana terdapat kesatuan perbuatan, karena itu sistem pemidanaan yang digunakan adalah sistem absorbsi. Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan dan ternyata perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanya berlaku satu ketentuan pidana yaitu yang terberat.

Dengan berpedoman sistem absorbsi, maka pidana yang paling tepat dijatuhkan kepada pelaku usaha adalah ketentuan dengan ancaman terberat, yaitu Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun.

OLEH : Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.