Makna dan Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara
Makna dan
Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan
Pancasila sebagai Dasar Negara dari Berbagai Tinjauan
KBBI mendefinisikan Pancasila sebagai dasar negara serta
falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia yang terdiri atas lima sila,
yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3)
Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Terkait kedudukan, diterangkan M. Syamsudin dkk. dalam Pendidikan Pancasila:
Menempatkan Pancasila dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan, kedudukan atau fungsi Pancasila sebagai dasar negara dapat
ditinjau dari berbagai aspek, yakni aspek historis, kultural, yuridis, dan
filosofis.
Secara
historis, Pancasila dirumuskan dengan tujuan untuk dipakai sebagai dasar negara
Indonesia Merdeka. Dalam prosesnya, segala perumusan Pancasila sebagai dasar
negara ini digali dan didasarkan dari nilai-nilai pandangan hidup masyarakat
Indonesia dan dituangkan menjadi kesatuan sebagai pandangan hidup bangsa.
Secara kultural, Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebuah hasil budaya bangsa. Oleh karenanya, Pancasila haruslah diwariskan
kepada generasi muda melalui pendidikan. Jika tidak diwariskan, negara dan
bangsa akan kehilangan kultur yang penting. Penting untuk diingat bahwa bangsa
yang besar adalah bangsa yang memiliki kepedulian kepada pewarisan budaya luhur
bangsanya.
Secara yuridis, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tercantum di
dalam Pembukaan UUD 1945. Sehubungan dengan itu, Pancasila memiliki kekuatan
yang mengikat. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan
Pancasila dinyatakan tidak berlaku dan harus dicabut.
Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai dasar negara? Kemudian,
bagaimana kedudukannya dalam hukum? Berikut ulasannya.
Secara
filosofis, nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Tatanan nilai ini tidak lain merupakan ajaran tentang berbagai bidang kehidupan
yang dipengaruhi oleh potensi, kondisi bangsa, alam, dan cita-cita masyarakat.
Lebih lanjut, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila diakui sebagai
filsafat hidup yang berkembang dalam sosial budaya Indonesia.
Sejarah
Pancasila
Secara etimologi, Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dan
merupakan gabungan dari dua kata, yakni panca ‘lima’ dan sila
‘dasar”. Istilah Pancasila diprakarsai oleh Soekarno Sejak
Sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 untuk memberi nama atas lima prinsip dasar
negara.
Konsep
Pancasila Moh Yamin
Sebelum dirumuskan dan diberi sebutan, konsep Pancasila sudah
dirancang sejak hari pertama sidang BPUPKI yang pertama. Pada 29 Mei 1945,
Mohammad Yamin mengemukakan lima sila yang terdiri atas peri kebangsaan, peri
kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Konsep
Pancasila Soepomo
Pada hari ketiga sidang pertama BPUPKI, tepatnya pada 31 Mei
1945, Soepomo juga mengemukakan lima dasar negara, yakni persatuan,
kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
Soekarno:
Pancasila, Trisila, dan Ekasila
Keesokan harinya, pada hari keempat, Soekarno mengemukakan
usulannya akan lima dasar negara, yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisme
atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelima prinsip ini diberi nama Pancasila.
Dikemukakan Soekarno, apabila Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat disetujui semuanya,
sila tersebut dapat dipersingkat menjadi Trisila (sosio nasionalisme, sosio
demokrasi, dan Ketuhanan). Kemudian, jika Trisila juga tidak disetujui, dapat
dipersingkat lagi menjadi Ekasila, yakni gotong-royong.
Panitia
Delapan
Setelah semua usulan disampaikan, dibentuklah panitia kecil yang
beranggotakan delapan orang. Anggota tersebut meliputi Soekarno, Moh Hatta,
Sutarjo, A. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar, Mohammad Yamin,
dan A. A. Maramis.
Tugas dari delapan panitia ini adalah untuk menampung
dan mengidentifikasi usulan anggota BPUPKI. Berdasarkan usulan yang diterima,
ternyata ada perbedaan usulan yang cukup besar. Golongan Islam menghendaki agar
negara diselenggarakan berdasarkan syariat Islam, sedangkan golongan nasionalis
menghendaki negara tidak diselenggarakan berdasarkan hukum agama tertentu.
Panitia Sembilan
Untuk mengatasi perbedaan tersebut, dibentuklah
panitia kecil baru yang beranggotakan sembilan orang dan dikenal dengan sebutan
Panitia Sembilan. Kesembilan anggota panitia ini berasal dari golongan Islam
dan nasionalis, yakni Soekarno, Moh Hatta, Mohammad Yamin, A. A. Maramis, Ahmad
Soebardjo, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, dan Agus
Salim.
Dalam sidang Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945,
tercapai kesepakatan dasar yang populer dengan nama “Piagam Jakarta” dan
kemudian tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni sebagai
berikut:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
- Kemanusiaan yang adil dan beradab;
- Persatuan Indonesia;
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sidang BPUPKI Kedua
Dalam sidang BPUPKI Kedua (10 Juli 1945–16 Juli 1945)
tercapai kesepakatan bahwa kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana
tertuang dalam Piagam Jakarta. Selain perihal Pancasila sebagai negara, sidang
BPUPKI yang kedua juga menyepakati pemerintahan negara republik, wilayah yang
disepakati, dan pembentukan tiga panitia kecil (perancang UUD, ekonomi dan
keuangan, dan pembela tanah air).
Penetapan Pancasila dalam Sidang PPKI
Dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, ditetapkan
bahwa sila pertama Pancasila diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Frasa
“syariat Islam” dan sejumlah ketentuan untuk menjalankannya dihapuskan.
Perubahan ini dilakukan demi kepentingan bangsa dan
negara yang beraneka ragam suku dan agama. Perubahan sila pertama dianggap
mencerminkan toleransi yang tinggi di Indonesia juga persatuan dan kesatuan
bangsa.
Selain perubahan sila pertama, sidang PPKI ini juga
menghasilkan tiga keputusan penting, yakni mengesahkan UUD negara, memilih
presiden dan wakil presiden, dan memutuskan bahwa untuk sementara waktu
presiden akan dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hingga
dibentuknya MPR/DPR.
Makna Masing-Masing Sila dalam Pancasila
Kelima sila dalam hubungan Pancasila sebagai dasar
negara tentu memiliki makna tersendiri. Disarikan dari Pancasila susunan
Tim Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, berikut makna dari tiap-tiap
sila dalam Pancasila.
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai Ketuhanan menjadi sumber pokok nilai kehidupan
bangsa. Ketentuan Pasal 29 ayat
(1) UUD 1945 menerangkan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa. Kemudian, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menerangkan
bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kedua menyimpulkan cita-cita kemanusiaanbyang
adil dan beradab memenuhi seluruh hakikat manusia. Sebagaimana rumusan sila
kedua, setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Setiap warga negara dijamin hak dan kebebasannya yang menyangkut hubungan
dengan Tuhan, orang seorangan, negara, masyarakat, dan menyangkut pula
kemerdekaan untuk berpendapat dan pekerjaan serta penghidupan yang layak.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam
corak dan beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia mencakup
persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
Persatuan Indonesia merupakan persatuan bangsa yang
didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara
kesatuan yang merdeka dan berdaulat.
SIla Keempat: Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Sila keempat menandakan Indonesia menganut dua macam
demokrasi, yakni demokrasi langsung dan tidak langsung (demokrasi perwakilan).
Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan
selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat, dan
dilaksanakan dengan sabar, jujur, dan bertanggung jawab serta didorong oleh
itikad baik.
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas
kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan suatu hal berdasarkan
kehendak rakyat hingga tercapai kesepakatan datau mufakat. Perwakilan sendiri
adalah suatu sistem atau prosedur yang mengusahakan turut sertanya rakyat untuk
ambil bagian dalam kehidupan bernegara, yakni melalui badan-badan perwakilan.
Jika disimpulkan, sila keempat bermakna pemerintahan Republik Indonesia
didasarkan atas kedaulatan rakyat.
Sila Kelima: Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Sila kelima berarti keadilan untuk semua rakyat,
setiap warga negara mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Keadilan sosial mencakup pula pengertian adil
dan makmur.
Keadilan sosial juga mengandung arti tercapainya
keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat. Seia kelima ini
adalah tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yakni menghasilkan tata
masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila sebagai dasar negara.