
Suami Salah Sangka Istri Ternyata Pria, Bisakah Perkawinan Dibatalkan?
SUAMI SALAH SANGKA
ISTRI TERNYATA PRIA, BISAKAH PERKAWINAN DIBATALKAN?
Bernadetha Aurelia
Oktavira
Salah Sangka Terhadap
Istri yang Ternyata Laki-laki
Kasus yang Anda ceritakan tentang salah sangka istri
ternyata laki-laki atau sebaliknya memang banyak terjadi. Setelah perkawinan
dilangsungkan, pihak suami baru mengetahui ternyata istrinya berjenis kelamin
laki-laki atau sebaliknya pihak istri baru mengetahui ternyata jenis kelamin
suaminya adalah perempuan. Tentu saja, perkawinan sesama jenis kelamin ini
bertentangan dengan hukum dan merugikan salah satu pihak. Lalu, langkah hukum
apa yang dapat dilakukan?
Kejadian salah sangka istri ternyata pria itu lazim
disebut sebagai salah sangka dalam perkawinan. Ini berhubungan dengan bunyi
Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan sebagai berikut:
“Seorang
suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila
pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami
atau istri.”
Tapi perlu dicatat, apabila ancaman telah berhenti,
atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6
bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak
mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Disarikan dari Salah Sangka dan Penipuan Sebagai
Alasan Pembatalan Perkawinan, kasus salah sangka mengenai jenis kelamin
pasangan dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan. Dalam artikel tersebut
dijelaskan contoh putusan yang mana majelis hakim menilai bahwa perkawinan
penggugat dan tergugat tidak sesuai dengan syariat Islam yang tidak membenarkan
perkawinan sesama jenis dan tidak sesuai pula dengan UU Perkawinan dan KHI.
Oleh karena itu, gugatan penggugat agar perkawinan dibatalkan dapat dikabulkan.
Adapun perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Patut digarisbawahi bahwa dalam pembatalan
perkawinan, perkawinan atau pernikahan dianggap tidak pernah ada atau terjadi,
serta dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Prosedur Pembatalan
Perkawinan
Permohonan pembatalan perkawinan atas kejadian salah
sangka istri ternyata laki-laki dapat diajukan kepada pengadilan di daerah
perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami dan/atau istri. Kemudian,
tata cara pengajuannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan
cerai, sebagaimana disarikan dalam Alasan, Tata Cara, dan Tahapan Pembatalan
Perkawinan (hal. 3):
1.
Pengajuan gugatan
Pihak yang berwenang mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan kepada pengadilan.
2.
Pemanggilan
Saat sidang hendak dilaksanakan, pengadilan akan
melakukan pemanggilan kepada pribadi yang bersangkutan.
3.
Persidangan
Agenda pemeriksaan gugatan pembatalan perkawinan
harus dilakukan oleh pengadilan selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya
surat gugatan di kepaniteraan. Apabila telah dilakukan pemanggilan, tetapi
tergugat atau kuasanya tidak hadir, maka gugatan itu dapat diterima tanpa
hadirnya tergugat. Kecuali, jika gugatan tersebut tanpa hak atau tidak
beralasan. Pemeriksaan perkara gugatan pembatalan perkawinan ini dilakukan pada
sidang tertutup.
4.
Perdamaian
Sebelum dan selama perkara gugatan belum diputuskan,
pengadilan harus berusaha mendamaikan kedua pihak. Jika perdamaian disepakati,
gugatan pembatalan perkawinan dinyatakan batal. Kemudian, jika ada gugatan
baru, gugatan tersebut tidak boleh diajukan berdasarkan alasan-alasan yang ada
sebelum perdamaian atau yang telah diketahui pada waktu tercapainya perdamaian.
5.
Putusan
Meskipun pemeriksaan gugatan pembatalan perkawinan
dilakukan dalam sidang tertutup, namun penyampaian putusan harus dilakukan
dalam sidang terbuka. Batalnya perkawinan dimulai sejak putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap.